Kamis, 11 Juli 2013

7 Cara Alkitabiah untuk Membangun Keluarga yang Bahagia

Banyak keluarga yang hancur—hidup tidak, matipun enggan—karena masing-masing yang berperan dalam keluarga itu mementingkan diri sendiri dan mengembangkan rasa tidak bertanggung jawab.

Mementingkan diri yang dimaksud: “Bagaimana pasangan saya memuaskan saya?” “Bagaimana pasangan saya melakukan segala sesuatu dengan cara saya?” “Bagaimana pasangan saya sesuai dengan standar saya?” dll

Suami isteri tinggal serumah tetapi tidak lagi sungguh-sungguh sebagai keluarga dan dalam ikatan pernikahan karena masing-masing menyimpan kepahitan dan kekecewaan terhadap pasangannya. Akibatnya: Suami, isteri, dan anak-anak menderita.

Pelajari dan terapkan 7 konsep dasar ini untuk membantu pasangan suami isteri membangun keluarga yang stabil.

I. Ikuti Apa yang Diperintahkan Allah dalam Alkitab (2Tim. 3:16-17)

1. Allah menginstitusikan pernikahan (Kej. 2:24). Karena itu, pernikahan akan gagal jika pasangan suami-isteri hidup bersama dengan menggunakan aturannya sendiri dan bukan aturan Allah.

2. Akibatnya: (1) Keluarga berantakan (Kej. 27:1-46); (2) Kesetiaan anak-anak akan terpecah-pecah (1Raj. 1:6); (3) Anak-anak menyimpan kepahitan seumur hidupnya (2Sam. 18).

3. Prinsipnya:
a. Semua harus sudah lahir baru (Yoh. 3:3, 7)
b. Dibaptiskan, bersaksi bahwa hidup lama Anda sudah mati bersama Kristus dan dibangkitkan kembali dalam hidup yang baru untuk melakukan kehendak Allah (Rm. 6:3-5)
c. Serahkanlah diri Anda masing-masing untuk berlaku yang benar (Rm. 12:1-2)
d. Baca Alkitab dan berdoalah tiap hari dengan pasangan dan keluarga (Ul. 6:6-7)
e. Aktiflah dan hadirlah bersama-sama dalam setiap kebaktian dalam jemaat Tuhan yang alkitabiah (Ibr. 10:25)
f. Carilah kesempatan untuk melayani Tuhan bersama-sama (Rm. 12:11)

II. Peneguhan Kembali bahwa Pernikahan Itu Komitmen Permanen dan Persatuan yang Tidak Dapat Dipisahkan (Mat. 19:6)

1. Ingat “Dalam keadaan suka ataupun duka, kaya atau miskin, sehat atau sakit … sampai kematian memisahkan kita.”

2. Peganglah janji ini benar-benar bersama pasangan Anda.

III. Pernikahan itu Bukan Pembagian 50/50

1. Pembagian 50/50 ini berarti: “Jika kamu melakukan bagianmu, maka aku akan melakukan bagianku.” Bila tidak dilakukan, jadilah pertengkaran!!

2. Setiap pasangan harus memenuhi tanggung jawabnya 100%: Suami 100% dan isteri 100%, meskipun seandainya salah satu pasangan tidak dapat memenuhinya. Maksudnya, dengan memberikan 100% tadi, yang kuat akan menguatkan yang lemah,

3. Perintah Allah dalam pernikahan 100%-100% ini ada dalam Ef. 5:18-33:

a. Isteri: (1) tunduk pada suami, seperti kepada Tuhan (ingat bahwa ini bukan hanya jika suami melakukan tanggung jawabnya); (2) Isteri hendaknya tidak menggurui suaminya.Dia dapat memenangkan suaminya dengan perilakunya (1Ptr. 3:1)
b. Suami: (1) kepala keluarga—bukan dalam hal superior-inferior tetapi dalam hal otoritas dan tanggung jawab; (2) Mengasihi isteri, bahkan hingga rela mengorbankan nyawanya (Rm. 5:8); (3) dipenuhi dengan Roh Kudus (Ef. 5:18)

4. Bagaimana jika kita belum memberikan 100% ini?

a. Akui dosa dan kegagalan di hadapan Tuhan secara rinci (1Yoh. 1:9-10)
b. Minta pengampunan pada pasangan karena gagal menjadi pasangan yang dikehendaki Allah.
c. Belajarlah untuk taat.

IV. Kenali Bahwa Masing-masing Memiliki Kebutuhan Pribadi yang Berbeda-beda

1. Suami dan isteri masing-masing memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pasangannya (Ef. 5:33)

2. Apa yang dibutuhkan isteri?—(a) kasih; (b) mendengar bahwa dia dikasihi; (c) menerima bukti kasih suaminya; (d) rasa aman, perlindungan, dll

3. Apa yang dibutuhkan suami?—(a) dihormati dan dihargai; (b) mengetahui bahwa isterinya tetap menghargainya, khususnya pada saat ada kegagalan; (c) mengetahui bahwa isterinya bergantung padanya, sama seperti jemaat bergantung pada Kristus.

4. Jika tidak dipenuhi akan timbul konflik yang mengarah usaha pencarian pemenuhan kebutuhan itu pada orang lain.

V. Usahakanlah Untuk Memenuhi Kebutuhan Pasangan Anda (1Kor. 7:3)

1. Apakah kebutuhan Anda itu sudah cukup terpenuhi oleh pasangan Anda?

2. Mulailah dari diri Anda untuk memberi lebih dahulu (Luk. 6:38a): Jika kita memberi kasih … kita akan mendapatkan kasih. Jika kita memberi pertolongan, kita akan menerima pertolongan. Jika kita memberi senyum, kita akan menerima senyumam. Jika kita memberi kebencian, kita akan mendapat kebencian pula.

VI. Pandanglah Perbedaan dengan Cara Allah (1Kor. 7:4-5)

1. Delapan Langkah Penurunan Hubungan (mengarah pada penceraian):

a. Hilangnya persekutuan yang hangat, komunikasi, dan kesatuan.
b. Perangkap perzinaan—saat pasangan mencari pemenuhan kebutuhan untuk kehangatan, komunikasi yang bermakna, kesatuan, hormat pada yang lain selain pasangan mereka—itulah perzinaan. Bandingkan bahwa Allah menyatakan bahwa penyembahan berhala adalah zina (Im. 17:7) demikian juga minta pertolongan kepada mereka (Im. 20:6). Jadi, perzinaan itu bukan hanya hubungan seks di luar pernikahan. Sering kali hal ini karena sedikit perbedaan yang terjadi antara suami isteri, luka hati yang tidak terobati, dan juga kesalahan yang tidak dimaafkan. Memang pasangan itu masih ada seatap, tersenyum, berhubungan fisik. Tetapi persekutuan yang hangat itu telah berakhir.
c. Untuk menghindari luka yang lebih parah, pasangan yang terluka itu menarik diri dan membangun benteng perlindungan.
d. Orang yang terluka itu mencari kambing hitam dengan menyakiti orang lain, biasanya anak-anak atau kerabat terdekat yang bersama mereka.
e. Benteng perlindungan pun akan juga dibangun.
f. Pernikahan menjadi dingin, formalitas, tanpa makna, kasih, dan komunikasi yang bermakna.
g. Pasangan tidak lagi memenuhi kebutuhan pasangannya.
h. Perceraian.

2. Bagaimana solusi terhadap penurunan hubungan itu?

a. Gesekan-gesekan oleh karena perbedaan itu harus diselesaikan segera (Mat. 18:15)
b. Sikap yang perlu dikembangkan adalah pengampunan (Mrk. 11:25; Luk. 17:3-4)
c. Itulah jalan rekonsiliasi yang dilakukan Allah (Ef. 4:32)

3. Bagaimana Tuhan mengampuni?

a. Kristus tidak berdosa, tetapi Dia menanggung dosa, kesalahan, malu, dan penghukuman kita (Rm. 5:8). Itu jugalah yang harus kita lakukan pada orang lain … terlebih pasangan kita (Mat. 5:39). Saat kita benar-benar mengampuni, kita harus menempatkan diri kita di tempat di mana kita bisa kembali disakiti.
b. Bila pengampunan itu diberikan, dasar pemulihan komunikasi dan keterbukaan dalam pernikahan pun akan kembali terbangun
c. Selesaikan perbedaan itu dengan cara Allah, jangan pernah mengabaikannya.

VII. Percaya Sepenuhnya Satu Sama Lain

1. Pernikahan akan kokoh bila didasari oleh saling percaya—termasuk kepercayaan untuk pasangan dapat memulai lagi dari awal meskipun dia telah gagal

2. Tanda-tanda ketidakpercayaan: (a) cemburu; (b) curiga; (c) tembok perlindungan—batasan-batasan yang tidak masuk akal.

3. Kita dapat memberikan kepada pasangan kita kepercayaan tanpa syarat hanya jika kita percaya bahwa Tuhan akan menjaganya benar dan menguatkannya bila dia gagal.

4. Suami harus dapat mempercayai isterinya (Ams. 31:10-11)

5. Isteri dapat taat pada firman Allah (Ef. 5:22) jika dia percaya suaminya.

Kesimpulan
Bangunlah keluarga dengan prinsip Alkitab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar