Sabtu, 03 Agustus 2013

Bola, Pemain, dan Komentator

Sore itu beberapa tahun yang lalu, aku sedang asyik nonton pertandingan sepakbola. Final! Pasti seru pertandingan itu.

Sampai pada suatu adegan dimana seorang penyerang mendapat umpan dari teman setimnya. Dengan manis dia menghentikan bola yang melaju deras itu, menjaganya dari sergapan lawan. Lalu dengan cantik ia membelokkan bola sekaligus mengecoh penjaga gawang. Ia hanya berhadapan dengan gawang sekitar 12 x 2.25 meter yang kosong melompong setelah ditinggal tuannya.

Penonton sudah bersorak, “Gol!!” Waktu seakan berhenti sejenak. Penyerang itu menendangnya. Dug! Jantungku berdetak lebih keras saat menyadari tendangannya hanya melambung tipis. Aku berteriak, “Goblok!!! Begitu saja tidak gol.”

Papaku yang mendengar hanya tersenyum. Ia berkata, “Kamu tidak merasakan apa yang penyerang itu rasakan. Kamu tidak melihat apa yang ia lihat dan kamu tidak mendengar apa yang ia dengar.”

“Mungkin saja gawang begitu besarnya yang kau lihat hanya sebesar rumah semut di matanya. Mungkin saja suara pendukungnya terdengar seperti dentingan jarum jatuh saat kau sedang tenggelam dalam keseriusanmu. Dan sesungguhnya, kita tidak berhak mengadili atau menghakimi sesuatu apabila kita tidak terlibat di dalamnya. Karena kita tidak tahu apa yang dirasakan oleh para pemain.”

Saat jeda pertandingan, komentator ramai menjelaskan analisanya tentang bagaimana gol itu tidak jadi lahir. Rata-rata komentar mereka terdengar lebih pintar daripada sang pemain atau bahkan dari sang pelatih. Papaku berkata, “Komentar apapun tidak akan merubah hasil pertandingan. Karena komentator itu tidak terlibat di dalamnya. Ia tidak akan merasakan suasana pertandingan yang sesungguhnya. Lagipula, apa pemain mendengarkan komentarnya? Selagi para komentator ini mengobral suaranya di sini, pemain mendengarkan instruksi pelatihnya. Yang dapat merubah hasil pertandingan hanyalah para pemain.”

Kemudian di telingaku terngiang kalimat yang aku dengar sebelumnya. Dan kali ini kubisikkan pelan-pelan kepada komentator itu, meskipun aku sangat yakin ia tidak akan mendengar, “Dan sesungguhnya, kita tidak berhak mengadili atau menghakimi sesuatu apabila kita tidak terlibat di dalamnya. Karena kita tidak tahu apa yang dirasakan oleh para pemain.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar