Selasa, 25 Juni 2013

Kasih Yang Terlambat

Ijinkan saya share 1 kisah renungan yah…

Beberapa waktu lalu saya pergi menjenguk papa temanku di ICU. Papa dan mama beserta dengan adiknya mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang dari Pemangkat menuju Pontianak. Mama dan adiknya hanya luka ringan, tetapi ayahnya koma dan kakinya mengalami patah tulang yang cukup fatal hingga harus dibawa ke Kuching untuk tindakan operasi.

Saat kembali ke Pontianak, ayahnya tetap dalam kondisi koma dan sebenarnya dokter di Kuching dan di Pontianak pun telah mengatakan pada pihak keluarga bahwa satu-satunya alasan ayahnya masih hidup itu dikarenakan bantuan alat-alat medis. Dan dokter pun menyarankan opsi agar mereka bersedia menghentikan “bantuan” tersebut, karena di usia menjelang 60, dengan status koma lebih dari 2 bulan, sesungguhnya sangatlah kecil kemungkinan ayahnya akan siuman.

Pada akhirnya keluarga memang memutuskan utk menghentikan upaya pengobatan dan sang ayah pun meninggal, tapi sebelum itu terjadi, aku pergi menjenguk, dan di sana putra tertuanya <teman saya>, berada di sana pula, senang dengan kedatanganku dan berkata kepada ayahnya sambil mengelus-elus dada ayahnya: “Pa, pa, tahu gak siapa yang datang? Si Rita nich yang ….blablablabla………..”

Saat itu hati saya tidak bisa digambarkan. Putranya ini, yang bengal, yang selalu melawan ayahnya, yang sepanjang ingatan orang yang mengenal keluarga mereka akan tahu betapa kedua ayah dan anak ini sangat tidak akur, suka saling membentak dan bertengkar, sama-sama menjadi duri dalam daging bagi satu dan lainnya; hari itu tangannya mengelus dada ayahnya, berkata penuh lembut dan bercerita tentang siapa tamu yang datang menjenguk. Pertama kalinya saya melihat “akhirnya” ada pertunjukan kasih, berharap sang ayah akan mendengar dan merespon, tetapi ayahnya tetap membisu selamanya.

Dan saya mendapat renungan ini bagi diriku sendiri: Mengapa harus menunggu sampai orang yang kita kasihi berada dalam kondisi “terkapar” baru kita bersedia menunjukkan kasih kita? Mengapa bukan di saat segalanya masih memungkinkan, kita berdamai dengan diri kita dan membuka hati untuk orang yang kita kasihi?

Kita sama-sama tahu kalau musibah dan kematian adalah sesuatu yang datangnya tidak pakai permisi, tanpa pemberitahuan, tanpa negosiasi dan tidak pandang bulu. Jadi jika memang dalam dasar hati ini tersimpan kasih untuk orang yang selama ini menjadi duri dalam daging kita, janganlah berlama-lama membiarkan hati ini tetap sekeras batu, kukuh menolak menunjukkan perhatian dan cinta ini.

Mumpung masih sehat, masih bisa mendengar suara kita, masih bisa melihat senyuman dan raut kasih di wajah kita, masih bisa merasakan sentuhan dan pelukan kita, begitu juga sebaliknya kita pun bisa mendapatkan itu dari mereka, itu akan menjadi moment indah yang takkan disesali andai saatnya tiba untuk berpisah selamanya. Semoga kisah ini bisa memberikan berkat pengampunan dan pendamaian bagi hubungan yang kaku dan penuh kebencian. Tuhan Yesus memberkati :)

[ http://www.facebook.com/linx.rita ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar