Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama. Uniknya, di kiri dan kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang berwarna-warni dengan aneka rasa.
Permen permen yang terlihat seperti berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil dan menikmati kelezatan mereka. Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil. Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat banyak di depannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut, tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis, maka ia memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya . . . Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat gerbang bertuliskan “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen lolipop.
Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk? Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu juga sangat lezat.”
Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun menjawab pertanyaan lelaki itu, “Permennya saya lupa makan!”
Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. “Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu, tapi kamu sudah sangat jauh di depan saya.”
“Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.
“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya lezat sekali. Saya juga menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib bercerita panjang lebar kepada Bob. “Lalu tadi ada seorang kakek tua yang sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.
Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan permen-permen itu. Ia pun sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen itu ke dalam tas karungnya.
Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.” Ia pun berkata dalam hati, “Waktu tidak bisa diputar kembali.” Perjalanan di lembah lolipop sudah berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.
Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja. Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan
permen, tapi lupa untuk menikmatinya dan menjadi bahagia.
Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya tanyakan pertanyaan tersebut beberapa teman saya, biasanya mereka menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah… nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… nanti pada saat anak-anak sudah besar.”
Pemikiran “nanti” itu membuat kita bekerja sangat keras di saat “sekarang”. Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa “nanti” bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa “nanti” bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah sampai di masa “nanti””bahagia itu.
Ritme hidup yang sangat cepat… target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa memuaskan dan membahagiakan. Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama keluarga, atau pada saat membagikan beras dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.
Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran; memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatika tawa indah anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri.
Kita akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen lolipop. Amin.
Tuhan Yesus Memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar