Rabu, 08 Mei 2013

6000 Anak Tangga

Kisah ini sebetulnya merupakan kisah lama, karena telah terjadi beberapa tahun silam. Namun di tengah banyaknya kasus perceraian, perselingkuhan, keretakan hubungan cinta dan sebagainya, serta mempertimbangkan nilai moral dan kesetiaan, juga kenyataan bahwa cukup banyak orang yang belum mengetahuinya, padahal ada hikmah besar yang bisa dipetik dari sana, maka kisah ini saya injeksikan lagi, semoga bisa bermanfaat ...

Kisah ini berasal dari negeri Cina dan sudah terkenal ke seantero dunia. Berkisah tentang seorang pria berumur 70 tahun yang memahat 6000 anak tangga dengan tangan dan peralatan seadanya sendirian, agar istrinya yang berumur 80 tahun bisa lebih mudah untuk naik-turun gunung. Pria ini akhirnya meninggal dunia di dalam goa di mana mereka tinggal di dalamnya selama 50 tahun terakhir.

50 Tahun lalu, Liu Guo Jiang, pemuda umur 19 tahun, jatuh cinta pada seorang janda 29 tahun bernama Xu Chao Qin. Seperti kisah Romeo dan Juliet, teman-teman, saudara, serta kerabat mereka mencela hubungan mereka itu disebabkan perbedaan usia mereka yang cukup jauh, ditambahlagi kenyataan bahwa Xu sudah punya beberapa anak. Saat itu, hal yang demikian tidak bisa diterima oleh masyarakat dan dianggap tidak bermoral bila seorang pemuda mencintai wanita yang lebih tua.

Untuk menghindari gosip dan celaan dari lingkungannya, pasangan ini sepakat untuk melarikan diri dan tinggal di sebuah gua di daerah Jiang Jin di bagian barat daya kotamadya Chong Qing, Cina.

Awalnya hidup mereka sangat memprihatinkan dan menyedihkan karena tidak memiliki apa pun, listrik tak ada, makanan pun tak ada. Demi kelangsungan hidupnya, mereka mencari dan harus makan rumput-rumputan, serta akar-akaran yang ditemukan di gunung itu. Untuk penerangan, Liu membuat sebuah lampu dari minyak. Xu selalu merasa bahwa dia telah membuat Liu tersiksa dan terkekang sehingga ia berulang kali selalu bertanya, “Apakah kau menyesal?” Liu selalu menjawab, “Selama kita tekun, hidup akan menjadi lebih baik.”

Setelah 2 tahun menjalani kehidupan di gunung, Liu mulai memahat tangga dengan harapan istrinya bisa turun dari gunung dengan lebih mudah. Dan ini dilakukannya dan berlangsung selama 50 tahun.

Setengah abad kemudian, di tahun 2001, sekelompok penjelajah mengadakan eksplorasi ke dalam hutan itu. Mereka heran menemukan pasangan tua bersama 6000 anak tangga yang dibuat oleh Liu. Liu Ming Sheng, salah satu dari 7 anak mereka berkata, “Kedua orang tuaku begitu mengasihi satu sama lain, mereka hidup menyendiri selama lebih dari 50 tahun dan tak pernah berpisah sehari pun. Selama itu pula ayah memahat 6000 anak tangga untuk menghibur hati ibuku, meski sebetulnya dengan adanya tangga itu, ibuku tidaklah terlalu sering turun gunung.” Liu berkata, “Itulah anak tangga cinta.”

Pasangan ini hidup dalam damai selama lebih dari 50 tahun. Sampai suatu ketika Liu yang sudah berumur 72 tahun pingsan ketika pulang dari pekerjaan hariannya dari ladang. Xu duduk dan berdoa bersama suaminya hingga akhirnya Liu meninggal dalam pelukannya.

Demikian cintanya pada Xu, sangat sukar bagi orang melepaskan genggaman Liu dari tangan istrinya bahkan hingga setelah ia meninggal.

“Kau telah berjanji padaku, kau akan memeliharaku, dan akan selalu bersamaku hingga aku meninggal, sekarang kau mendahuluiku, bagaimana aku bisa hidup tanpamu?”

Sepanjang hari Xu pelan-pelan mengulangi perkataan ini sambil menyentuh peti jenazah suaminya dengan air mata yang jatuh di pipinya.

Dai Rong, seorang pejabat setempat dari kabupaten Jiang Jin, mengatakan, “Kami senang akan kemenangan dari dua warga senior kami dan pemerintah setempat akan berusaha untuk memasok dan menghubungkan listrik ke sana sesegera mungkin.”

Di tahun 2006, kisah mereka menjadi salah satu dari 10 kisah cinta terkenal di Cina, yang dikumpulkan oleh majalah Chinese Wome Weekly. Pemerintah setempat memutuskan untuk melestarikan “anak tangga cinta” itu dan tempat tinggal mereka dijadikan museum, sehingga kisah cinta ini bisa hidup selamanya.

Sahabat, tidakkah kehidupan kita jauh lebih layak dibanding mereka? Namun, mengapa kita tidak bisa seperti mereka, yang saling mencintai sehidup semati?

Sekiranya, ini menjadi cambuk kepada kita (terutamanya yang sudah menikah) agar sedikit belajar memaknai bahwa keadaan bukanlah alasan pertengkaran dan tidak ada alasan untuk itu.

Tuhan Yesus Memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar