Jumat, 17 Mei 2013

Hilangnya Kesempatan Besar

Aku tak akan pernah melupakan hari pertama kali aku melihat “impian berjalan”. Namanya Susie Summers (namanya sengaja diubah untuk melindungi si dia yang menakjubkan). Senyumnya, yang berkilauan di bawah kedua matanya yang bak bintang kejora, sungguh mempesona dan membuat si penerimanya (terutama kaum pria) merasa sangat istimewa.

Memang kecantikannya mencengangkan, namun kecantikan batinnyalah yang selalu kuingat. Dia benar-benar mempedulikan orang lain dan merupakan seorang pendengar yang sangat berbakat. Selera humornya dapat mencerahkan seluruh hari Anda dan kata-katanya yang bijaksana selalu pas dengan apa yang perlu Anda dengar. Dia bukan saja dikagumi, melainkan juga sungguh-sungguh dihargai oleh pria maupun wanita.

Meskipun dia memiliki segalanya yang dapat disombongkan, dia sangatlah rendah hati. Tak usah dikatakan lagi, dia menjadi dambaan setiap pria. Terutama aku. Aku pernah menemaninya masuk kelas, dan pada hari lainnya aku pernah makan siang berdua saja dengannya. Rasanya seperti di langit ke tujuh.

Waktu itu kupikir, “Kalau saja aku punya pacar seperti Susie Summers, aku tak akan pernah melirik gadis lain.” Tapi, aku yakin bahwa gadis sehebat dia tentulah sudah punya pacar, yang jauh lebih baik dariku. Meskipun aku ketua OSIS, aku tahu aku tak mungkin jadi pacarnya. Jadi, saat wisuda, aku pun mengucapakan salam perpisahan kepada cinta pertamaku.

Setahun kemudian, aku bertemu dengan sahabatnya di sebuah pertokoan, dan kami makan siang bersama. Dengan tenggorokan tersumbat aku menanyakan keadaan Susie. “Yaaah, akhirnya dia bisa juga melupakanmu,” jawabnya. “Apa maksudmu?” tanyaku. “Kamu benar-benar kejam padanya. Kamu biarkan dia memendam harapan, menemaninya masuk kelas, dan membiarkannya mengira bahwa kamu tertarik padanya. Kamu masih ingat waktu makan siang berdua dengannya? Dia menunggu teleponmu sepanjang minggu. Dia begitu yakin kamu akan menelepon dan mengajaknya berkencan.”

Aku begitu takut ditolak sehingga aku tak berani mengambil resiko untuk memberitahukan perasaanku terhadapnya. Seandainya waktu itu aku mengajaknya berkencan, dan ternyata dia menolak? Apa hal terburuk yang mungkin terjadi? Paling-paling aku tak jadi berkencan dengannya. Tanpa mengajaknya pun

AKU TIDAK BERKENCAN DENGANNYA!

Yang lebih buruk lagi adalah bahwa sebenarnya waktu itu aku bisa berkencan dengannya. Kita tak pernah kalah karena mencintai seseorang. Kita selalu kalah karena tidak berterus terang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar