Jika anda menyadari bahwa seorang teman atau sahabat suka menggunakan narkotika, mencoba-coba seks, berlaku curang, atau mencuri—apakah anda akan mengadukan hal ini kepada seseorang yang bertanggung jawab? Kebanyakan tidak akan melakukan hal ini, dengan berpegang kepada suatu kode etik khusus untuk tutup mulut, yang sering berlaku di antara kaum remaja.
Beberapa remaja takut dianggap sebagai “pengadu.” Yang lainnya memiliki perasaan loyal yang keliru. Karena menganggap disiplin sebagai sesuatu yang mencelakakan, mereka mengira mereka berbuat baik kepada sahabat dengan menutup-nutupi kesalahannya. Dan juga, melanggar kode etik tutup mulut dapat membuat mereka menjadi sasaran ejekan teman dan kemungkinan kehilangan persahabatan dengan mereka.
Meskipun demikian, ketika seorang remaja bernama Lee mengetahui bahwa sahabat terdekatnya yang bernama Kris, ternyata merokok, ia memutuskan untuk bertindak. Lee berkata: “Hati nurani saya sangat terganggu karena saya merasa harus menceritakan ini kepada seseorang!” Seorang remaja pada zaman Alkitab dihadapkan dengan situasi yang serupa. “Yusuf, tatkala berumur tujuh belas tahun . . . biasa menggembalakan kambing domba, bersama-sama dengan saudara-saudaranya . . . Dan Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya.” (Kejadian 37:2) Yusuf tahu bahwa jika ia berdiam diri, kesejahteraan rohani saudara-saudaranya akan terancam.
Dosa, adalah kuasa yang merusak dan membusukkan. Jika seorang sahabat yang berbuat salah tidak mendapatkan bantuan—mungkin berupa disiplin yang tegas berdasarkan Alkitab—ia dapat jatuh lebih dalam lagi dalam kejahatan. (Pengkhotbah 8:11) Jadi, menutup-nutupi kesalahan seorang sahabat tidak hanya sia-sia tetapi dapat mengakibatkan celaka yang tidak dapat diperbaiki lagi.
Maka, Alkitab menasihati: “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran [sebelum ia menyadarinya, NW], maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut.” (Galatia 6:1) Mungkin anda merasa kurang memiliki kecakapan rohani untuk memperbaiki seorang sahabat yang berbuat salah. Tetapi tidakkah masuk akal untuk mengupayakan agar persoalannya diberitahukan kepada seorang yang memenuhi syarat untuk membantu?
Jadi, sangat penting agar anda mendekati sahabat anda dan menyatakan kesalahannya. (Bandingkan Matius 18:15.) Hal ini menuntut ketabahan dan keberanian di pihak anda. Berlakulah tegas, berikan bukti yang meyakinkan perihal dosanya, menceritakan dengan spesifik apa yang anda ketahui dan bagaimana anda mengetahui hal itu. (Bandingkan Yohanes 16:8.) Jangan berjanji bahwa anda tidak akan memberi tahu siapapun juga, karena janji seperti itu tidak sah di mata Allah, yang membenci kesalahan yang disembunyikan.—Amsal 28:13.
Mungkin ada kesalahpahaman. (Amsal 18:13) Jika tidak, dan suatu perbuatan salah memang benar telah dilakukan, bisa jadi sahabat anda akan merasa lega karena problemnya telah disingkapkan. Jadilah pendengar yang baik. (Yakobus 1:19) Jangan menahan arus perasaan yang ia ungkapkan, dengan mengeluarkan komentar-komentar menghakimi, seperti, “Salah sendiri!” atau pernyataan-pernyataan terkejut seperti, “Tidak disangka kamu bisa begini!” Tunjukkanlah empati dan ikutlah rasakan apa yang sedang dirasakan sahabat anda.—1 Petrus 3:8.
Sering kali masalahnya menuntut lebih banyak bantuan dari yang dapat anda berikan. Maka, desaklah sahabat anda untuk mengungkapkan kesalahannya kepada orang-tuanya atau orang dewasa lain yang bertanggung jawab. Dan jika sahabat anda tidak mau melakukan hal itu? Beri tahu dia bahwa jika ia tidak membereskan persoalannya dalam waktu tertentu yang masuk akal, maka anda, sebagai sahabat sejatinya, wajib pergi menghadap seseorang mewakili dia.—Amsal 17:17.
Mula-mula sahabat anda mungkin tidak mengerti mengapa anda mengambil tindakan demikian. Ia bahkan dapat marah dan memutuskan persahabatan dengan anda. Tetapi Lee berkata: “Saya menyadari bahwa dengan memberi tahu seseorang, saya melakukan apa yang benar. Hati nurani saya merasa jauh lebih baik karena Kris mendapatkan bantuan yang ia perlukan. Belakangan ia datang dan memberi tahu saya bahwa ia tidak marah kepada saya karena melakukan hal itu dan saya pun menjadi lega.”
Jika teman anda terus marah karena tindakan yang anda lakukan, jelas ia bukan sahabat sejati sejak semula. Tetapi anda akan memiliki kepuasan karena mengetahui bahwa anda telah membuktikan loyalitas anda kepada Allah dan menunjukkan diri sebagai sahabat yang sejati.
"Aku mengatakan semua itu, tidak lain untuk kebaikanmu" - Kevin Marchell Ebenhaezarr Tappangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar