Senin, 29 April 2013

Kebesaran Jiwa Seorang Ibu

Sebuah kisah lama yang patut dibaca dan direnungkan berkali-kali betapa baiknya ibunda kita, bagaimana besarnya pengorbanan ibunda kita dstnya.

Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, beberapa tahun yang lalu. Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic.

Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yang cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewek-cewek yang kenal dia.

Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan. Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman-teman kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewek-cewek jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.

Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul-betul seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting.

Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan routine layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak tunggalnya, A be.

Namun sayang A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal.

"Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan." jawab A be.

Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya.

Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya dikerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali). Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan di rumah.

Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah.

Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu.

Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya! Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini.

Sang ibupun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. "Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi".

Setelah sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik. Ketika membaca kisah ini di media cetak, saya sempat menangis.

Teman-teman yang masih punya Ibu (Mama atau Mami) di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, segera bersujud dan mencintai dia apa adany di hadapannya. Selagi masih ada waktu ya.

Untuk renungan lebih lanjut, coba tutup matamu dan nyanyikan lagu ini dengan segenap hatimu sambil mengingat apakah kita sudah mencintai dan mengasihi dia? dengar-dengaran, lemah lembut dan tidak pernah membentak dia?? ... , Ingatlah ...

Di Waktuku Masih Kecil
Gembira dan Senang
Tiada Duka Kukenang
Tak Kunjung Menyerang

Di Sore Hari Nan Sepi
Ibuku Bertelut
Sujud Berdoa Kudengar
Ada Namaku Disebut

Seringlah Ini Kukenang
Di Masa Yang Berat
Di Kala Hidup Mendesak
Dan Nyaris Kusesak

Melintas Gambar Ibuku
Sewaktu Bertelut
Kembali Sayup Kudengar
Namaku Disebut

Sekarang Dia Telah Pergi
Ke Rumah Yang Senang
Namun Kasihnya Padaku
Selalu Kukenang

Kelak Di Sana Kami Pun
Bersama Bertelut
Memuji Tuhan Yang Dengar
Namaku Disebut

Di Doa Ibuku Namaku Disebut
Di Doa Ibuku Dengar Ada Namaku Disebut

Di Doa Ibuku Namaku Disebut
Di Doa Ibuku Dengar Ada Namaku Disebut

Ada Namaku Disebut...

Blessing,
~HSH~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar