Senin, 29 Juni 2015

Ibu Bermata Satu

Ibuku hanya memiliki satu mata.
Aku membencinya! Dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan. Dia bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah untuk menopang keluarga.

Ini terjadi pada suatu ketika aku duduk di sekolah dasar dan ibuku datang. Aku sungguh dipermalukan. Bagaimana bisa ia tega melakukan ini padaku? Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu dengannya.

Keesokan harinya di sekolah…
"Ibumu bermata satu...?!?!?", ejek seorang teman. Akupun berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini.

Jadi kemudian, aku katakan pada ibuku,
"Ma… kenapa engkau hanya memiliki satu mata?! Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang, kenapa engkau tidak segera mati saja ??! Ibuku diam tak bereaksi.

Aku merasa tidak enak, namun di saat yang sama, aku rasa aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini. Mungkin ini karena ibuku tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.

Malam itu, aku terjaga dan bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum. Ibuku sedang menangis di sana terisak-isak, mungkin karena khawatir akan membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian pergi meninggalkannya. Setelah aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak enak dan tertekan. Walau demikian, aku benci ibuku yang menangis dengan satu mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses.

Kemudian aku tekun belajar. Aku tinggalkan ibuku dan melanjutkan studiku ke Singapura. Kemudian aku menikah. Aku membeli rumahku dengan jerih payahku. Kemudian, akupun mendapatkan anak-anak juga. Sekarang aku tinggal dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibuku.

Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, ketika…

Apa ?!

Siapa ini?!

Ini adalah ibuku! Masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.

Aku bertanya padanya, "Siapa kamu?! Aku tidak mengenalmu!",  kukatakan seolah-olah itu benar. Aku memakinya, "Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! KELUAR DARI SINI!! SEKARANG JUGA!!!?.

Ibuku hanya menjawab, "Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat ?"

Kemudian ia berlalu dan hilang dari pandanganku.

Oh syukurlah… Dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir atau akan memikirkannya lagi. Dan akupun menjadi merasa lebih lega.

Suatu hari, sebuah undangan menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku di Singapore. Jadi, aku berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan dinas. Setelah menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua, dulu merupakan rumahku, hanya sekedar ingin tahu saja.

Di sana, aku mendapati ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tapi aku tidak melihatnya mengeluarkan air mata. Ia memegang selembar surat ditangannya.

Sebuah surat untukku,

"Anakku…
Aku rasa hidupku cukup sudah kini..
Dan aku tidak akan pergi ke Singapore lagi…
Tapi apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu…
Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah.
Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi.
Demi engkau …
Dan aku sangat menyesal karna aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah sangat memalukan dirimu.

Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu.
Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu…

Aku sangat bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut.
Aku tidak pernah merasa marah dengan apa yang pernah kau lakukan…
Beberapa kali engkau memarahiku…
Aku berkata pada diriku, 'Ini karena ia mencintaiku …"

Kadang-kadang kita tidak mengerti seberapa besar pengorbanan ibu (ayah, orangtua) kita selama kita hidup. Karena itu hargai dan hormatilah orangtua kita selama mereka masih hidup. Jangan sampai kita menyesal pada saat mereka meninggal, kita belum sempat membalas pengorbanan mereka. Dan selalu bawa mereka di dalam doa-doa kita.

Jangan tinggal menunggu hari ibu yang jatuh tiap tanggal 22 Desember, sayangilah ibumu di mulai dari sekarang.

*Efesus,
6:2 Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini:
6:3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.

Di Waktu Ku Masih Kecil
Gembira dan Senang
Tiada Duka Kukenang
Tak Kunjung Menyerang

Di Sore Hari Nan Sepi
Ibuku Bertelut
Sujud Berdoa Kudengar
Namaku Disebut

Seringlah Kini Kukenang
Di Masa Yang Berat
Di Kala Hidup Mendesak
Dan Nyaris Kusesat

Melintas Gambar Ibuku
Sewaktu Bertelut
Kembali Sayup Kudengar
Namaku Disebut

Sekarang Dia Telah Pergi
Ke Rumah Yang Senang
Namun Kasih-Nya Padaku
Selalu Kukenang

Kelak Di Sana Kami pun
Bersama Bertelut
Memuji Tuhan Yang Dengar
Namaku Disebut

Di Doa Ibuku Namaku Disebut
Di Doa Ibuku Dengar
Ada Namaku Disebut

Blessing,
~HSH~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar