Selasa, 24 Desember 2013

KESAKSIAN ALI SADIKIN: "KISAH NYATA PREMAN YANG MENJADI PRIA SEJATI"

Aku berasal dari sebuah keluarga yang sama sekali tidak mengenal Kristus. Karena berasal dari keluarga yang berada, aku tidak pernah ambil pusing dengan masalah keuangan sehingga aku menjalankan gaya hidup yang suka bersenang-senang dan berfoya-foya. Semua orang takut padaku karena aku tidak segan-segan menghajar bahkan membunuh mereka yang mencari masalah denganku.

Rumah Tangga Yang Hancur

November 1988 aku menikah dengan Cucu Ratnasari. Pada awal pernikahan kami, tepatnya 1 minggu setelah menikah, masalah demi masalah mulai muncul namun rumah tangga kami masih terus berjalan bahkan sampai kami dikaruniai anak-anak. Gaya hidupku yang suka bersenang-senang dan penuh tantangan menjadi masalah paling utama dalam kehidupan rumah tanggaku. Bahkan, aku sering membawa perempuan-perempuan lain ke dalam kamar tidurku, dan hal itu terjadi tepat di depan mata istriku. Hal yang sangat menyakitkan bagi seorang istri sebaliknya menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Aku merasa menjadi lelaki yang paling hebat. Tidak jarang istriku tersiksa secara batin dan jasmani karena diperlakukan seenaknya. Hubungan seksual kami menjadi tidak wajar lagi. Aku benar-benar menjadi lelaki yang haus seks tanpa mempedulikan keadaan istri sendiri. Jika aku tidak mendapatkan wanita di luar sana, maka saat itu juga aku memaksa istri untuk melakukannya. Tidak ada rasa cinta di dalamnya melainkan hawa nafsu belaka. Istriku menjadi wanita malang saat ia memutuskan menikah denganku. Bukannya kasih sayang, perlindungan dan perhatian yang ia terima tetapi siksaan dan diperlakukan semena-mena. Aku adalah binatang dalam rupa manusia saat itu.

Istriku Melakukan Aborsi

Karena tertekan dengan perlakuanku dan melihat penderitaan anak pertama kami, pada kehamilannya yang kedua, ia pergi untuk menggugurkan kandungannya. Tindakan itu membuatnya merasa sangat tertekan dan selalu dihantui rasa bersalah. Setiap malam ia tidak dapat tidur dengan tenang karena selalu terbayang janin yang digugurkannya tersebut. Ketika hal itu diceritakannya kepadaku, aku marah besar dan menghajarnya habis-habisan.

Disaat-saat ia menahan rasa sakit luka-luka memar akibat pukulan-pukulanku dan juga luka bekas aborsi beberapa waktu lalu, ia dikagetkan karena ternyata janin itu masih ada dalam kandungannya. Namun karena keadaan terus menekannya, sekali lagi ia berusaha menggugurkan kandungannya dengan meminum jamu-jamu dan obat-obat tertentu. Namun keputusannya ini harus disesali kami berdua sampai sekarang ini. Karena tindakannya tersebut telah menyebabkan lahirnya seorang anak yang cacat tubuh dan mental. Kami memutuskan untuk membuangnya ke sebuah panti rehabilitasi khusus yang menangani anak-anak cacat mental.

Kesempatan Untuk Bertobat

Ada seorang ibu, tetangga depan rumah kami, ternyata selama ini telah memperhatikan keadaan rumah tanggaku ini. Ia adalah seorang Kristen. Pada saat aku diluar rumah, ia mengambil waktu untuk menemui istriku dan menawarkan ibadah kecil dirumahku. Seperti yang telah mereka rencanakan, suatu hari ibadah itu sedang berlangsung dan pada saat yang bersamaan aku pun pulang. Aku pun tidak mengetahui alasan kenapa aku pulang lebih awal dimana tidak biasanya seperti itu. Karena orang-orang sudah berkumpul, secara terpaksa aku bergabung dengan komunitas itu. Walaupun hatiku sedang kacau balau, tetapi aku mengikuti penyampaian renungan firman Tuhan saat itu. Aku terkejut karena renungan tersebut seperti berbicara kepadaku. Tidak tahu kenapa hatiku luluh dan merasa Tuhan mulai menegurku. Setelah ibadah selesai dan orang-orang pulang. Malam itu aku merenung sendirian di ruang tamu. Aku kembali teringat akan kehidupan-kehidupan yang telah kujalani selama ini. Terlintas dalam benakku, “Betapa jahat dan berdosanya aku selama ini…” Sekali lagi, aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku tergerak berdoa, sesuatu yang belum pernah kulakukan sebelumnya :

“Tuhan Yesus, aku sadar kini betapa hancur dan berdosanya kehidupanku …Saat kubuka hati, biarlah kiranya Engkau masuk ke dalam hatiku dan menjamah serta memulihkanku… Aku berjanji mulai saat ini aku akan berbalik dari jalanku yang jahat kepada kehidupan yang Kau ingini untuk aku jalani bersama Engkau dalam tiap langkah kehidupanku…”

Dan saat itu aku tiba-tiba menangis, sesuatu yang tidak pernah dialami oleh seorang preman sepertiku, karena menyadari betapa berdosanya hidupku ini. Yang aku tahu saat itu bahwa aku begitu dekat dengan telinga Tuhan dan Ia telah mendengar dengan jelas seruan pertobatanku saat itu.

Rumah Tanggaku Dipulihkan

Setelah kejadian malam itu, timbul keberanianku untuk memutuskan sesuatu yang dulu sangat bertentangan dengan prinsip hidupku. Aku memutuskan untuk beribadah ke gereja setiap minggunya. Pertama kali aku menginjakkan kakiku dalam gedung gereja, semua orang sangat terkejut karena mereka mengetahui latar belakang hidupku sebagai seorang preman. Situasi itu seolah-olah menunjukkan kepadaku bahwa ternyata selama ini reputasiku sangat buruk di mata masyarakat lingkunganku.

Januari 2005, seseorang yang mengenalku mengajak untuk mengikuti sebuah seminar bernama “Pria Sejati” dalam bentuk camp. Seminar yang berlangung selama 3 hari 2 malam itu membuat mataku rohaniku dibukakan dengan kebenaran-kebenaran Kristus. Orang-orang dalam acara tersebut terus berdoa dan menumpangkan tangannya untukku supaya dilepaskan dari jerat dosa. Disini aku mengakui ke banyak orang tentang semua kebejatan hidupku. Dan setelah itu aku merasa kutuk kegelapan itu telah dihancurkan dan aku mengalami perjumpaan dengan Kristus yang membimbingku mengetahui bahwa Ia telah mengasihiku begitu besarnya dan aku pun harus mengasihi sesamaku. Tidak berhenti dalam komunitas itu saja, aku pun beranikan diri untuk meminta maaf sebesar-besarnya kepada istri dan anak-anak atas semua kejahatanku selama ini. Aku berjanji menjadi pria sejati bagi keluarga ini.

Sejak pemulihan itu, aku terus berusaha untuk menjadi figur kepala keluarga yang baik, bahkan setiap hari selalu ada mezbah doa di dalam keluargaku. Aku juga setiap hari selalu berdoa dan menumpangkan tangan atas istri dan anak-anakku. Sepertinya hidupku penuh dengan rasa cinta kepada keluarga dan semua orang. Inilah yang telah lama hilang dari hidupku.

Anakku yang berada di panti rehabilitasi adalah buah hatiku. Kasih Tuhan menggerakkan dan memampukanku untuk mencintai anak tersebut. Kami pun memutuskan untuk mengunjunginya supaya terjadi rekonsiliasi antara orang tua dan anaknya. Sejak saat itu kami sering mengunjunginya, memberikan kasih saying padanya, dan puji Tuhan, semakin hari keadaannnya semakin membaik. Aku yakin ini semua tak terlepas dari kuasaNya yang luar biasa dalam hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar