Rabu, 31 Juli 2013

Kisah Semangkuk Nasi Putih

Pada sebuah senja dua puluh tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir di depan sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu di restoran sudah agak sepi. Dengan sifat yang segan dan malu-malu dia masuk ke dalam restoran tersebut.

“Tolong sajikan saya semangkuk nasi putih.” Dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.

Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan memperhatikan pemuda ini hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apa pun, lalu menghidangkan semangkuk penuh nasi putih untuknya.

Ketika pemuda ini menerima nasi putih dan membayarnya, ia berkata dengan pelan, “Dapatkah menyiram sedikit kuah sayur di atas nasi saya?”

Istri pemilik rumah berkata sambil tersenyum, “Ambil saja apa yang engkau suka, tidak perlu bayar!”

Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir, “Kuah sayur gratis.” Lalu memesan semangkuk lagi nasi putih.

“Semangkuk tidak cukup anak muda. Kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya.” Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda ini.

“Bukan, saya akan membawa pulang, besok akan membawa ke sekolah sebagai makan siang saya!”

Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir pemuda ini tentu dari keluarga miskin di luar kota, demi menuntut ilmu datang ke kota, mencari uang sendiri untuk sekolah, kesulitan dalam keuangan itu sudah pasti.

Berpikir sampai di situ, pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur dan disembunyikan di bawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut yang sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini.

Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda ini, hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan di bawah nasi?

Suaminya kemudian membisik kepadanya, “Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk di nasinya, dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung. Lain kali dia tidak akan datang lagi. Jika dia ke tempat lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk bersekolah.”

“Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya.”

“Jika saya tidak baik, apakah engkau akan menjadi istriku?” Sepasang suami istri muda ini merasa gembira dapat membantu orang lain.

“Terima kasih, saya sudah selesai makan.” Pemuda ini pamit kepada mereka. Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka.

“Besok singgah lagi, engkau harus tetap bersemangat!” kata pemilik rumah makan sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok jangan segan-segan datang lagi.

Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah ke rumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari.

Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi.

* * * * *

Pada suatu hari, ketika suami ini sudah berumur 50 tahun lebih, pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka harus digusur. Tiba-tiba kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan di luar negeri yang perlu biaya setiap bulan membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik.

Pada saat ini masuk seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek, kelihatannya seperti direktur dari kantor bonafid. “Apa kabar? Saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang kalian membuka kantin di perusahaan kami. Perusahaan kami telah menyediakan semuanya, kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian ke sana, keuntungannya akan dibagi dua dengan perusahaan.”

“Siapakah direktur di perusahaan kamu? Mengapa begitu baik terhadap kami? Saya tidak ingat mengenal seorang yang begitu mulia.” Sepasang suami istri ini berkata dengan terheran.

“Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami. Direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu. Yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya kepadanya.”

Akhirnya, pemuda yang hanya memakan semangkuk nasi putih ini muncul. Setelah bersusah payah selama 20 tahun, akhirnya pemuda ini dapat membangun kerajaan bisnisnya dan sekarang menjadi seorang direktur yang sukses untuk kerajaan bisnisnya. Dia merasa kesuksesan pada saat ini adalah berkat bantuan sepasang suami istri ini. Jika mereka tidak membantunya, dia tidak mungkin akan dapat menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sesukses sekarang.

Setelah berbincang-bincang, suami istri ini pamit hendak meninggalkan kantornya. Pemuda ini berdiri dari kursi direkturnya dan dengan membungkuk dalam-dalam berkata kepada mereka, “Bersemangat ya! Di kemudian hari perusahaan tergantung kepada kalian. Sampai bertemu besok!”

Kebaikan hati dan balas budi selamanya dalam kehidupan manusia adalah suatu perbuatan indah dan yang paling mengharukan.

Selasa, 30 Juli 2013

Ubi dan Telur

Apa yang terjadi jika sepotong ubi dan sebutir telur dimasukkan ke dalam air mendidih? Apakah kedua benda itu keluar dari panci panas dalam keadaan yang sama dengan keadaan sebelum direbus? Air mendidih mengubah ubi dan telur itu. Namun perubahan yang terjadi pada kedua benda itu sangat bertolak belakang. Setelah direbus, telur menjadi keras. Sebaliknya, ubi menjadi lembut. Kedua benda itu berada dalam panci yang sama dan air mendidih yang sama, namun reaksi mereka berbeda. Telur akan muncul dalam keadaan keras, sedangkan ubi akan muncul dalam keadaan lembut.

Dalam hidup ini, ada masa dimana kita harus masuk ke dalam panci yang berisi air mendidih, yaitu musibah dan penderitaan. Dalam suatu musibah, kita merasakan betapa sakit dan nyeri direbus dalam air mendidih. Musibah dan penderitaan bisa terasa sangat kejam dan menyakitkan bagaikan menusuk tulang, hati, dan sumsum. Apalagi ketika musibah demi musibah datang menimpa bagaikan tak ada habisnya. Kita seperti terhempas lemas. Kita menunduk dan menarik nafas panjang, kita bertanya lirih, “Oh, Tuhan, mengapa ini harus terjadi?”

Namun kenyataan adalah kenyataan. Musibah itu sudah atau sedang terjadi. Jadi yang lebih mendesak bukanlah persoalan mengapa musibah ini terjadi, melainkan bagaimana menghadapinya, bagaimana bisa melewati dan mengatasi musibah ini. Bagaimana bisa survive dalam dan dari musibah ini. Jika musibah dan penderitaan merupakan ibarat direbus dalam panci, soalnya adalah bagaimana kita akan keluar dari panci itu. Apakah kita akan keluar sebagai telur atau ubi?

Ada orang yang keluar dari musibah dalam keadaan yang sangat tertekan. Mukanya selalu suram. Ia menyendiri. Hidupnya menjadi pahit dan getir. Sikapnya terhadap orang lain menjadi kaku. Ia menjadi keras. Ia ibarat telur yang setelah keluar dari air mendidih menjadi keras. Sebaliknya, ada orang yang setelah keluar dari musibah justru menjadi bijak dan matang. Ia merasa damai dengan dirinya. Sikapnya hangat dan ramah. Ia tersenyum dan menyapa. Ia menjadi lembut. Ia ibarat ubi yang setelah digodok justru menjadi lembut. Dampak itu bisa begitu berbeda, sebab pandangan dan ketahanan orang terhadap penderitaan dan musibah berbeda-beda.

Pengarang surat Yakobus menulis: “Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.” (Yakobus 5:10-11)

Paulus mengkalimatkan kaitan ini secara lebih terinci: “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” (Roma 5:3-4)

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Penderitaan dan musibah tidak dapat dihindarkan. Itu adalah bagian dari hidup. Hidup adalah ibarat roda, sebentar di atas, sebentar di bawah. Hidup ini ada enaknya dan ada tidak enaknya, yaitu masuk dalam panci dan direbus dalam air mendidih.

Soalnya, apakah kita akan keluar dari panci panas itu sebagai telur rebus yang keras ataukah sebagai ubi yang lembut? Apakah kita akan keluar dari sebuah musibah sebagai orang yang kaku dan keras atau sebaliknya, sebagai orang yang berhati lembut? Agaknya, dalam suatu musibah, kita boleh belajar berbisik: “Tuhan, biarlah saya menjadi seperti ubi… seperti sepotong ubi rebus yang lembut, hangat, dan manis.”

Mempertahankan Kasih

Negarawan dan pengacara terkenal Amerika, William Jennings Bryan (1860-1925) sedang dilukis potret dirinya. Sang pelukis bertanya, “Mengapa Anda membiarkan rambut Anda menutupi telinga seperti itu?”

Bryan menjawab, “Ada kisah romantis berkaitan dengan rambut saya. Ketika saya mulai berpacaran dengan Bu Bryan, ia tidak suka melihat telinga saya yang menonjol keluar. Untuk menyenangkan hatinya, saya membiarkan rambut saya tumbuh hingga menutupi telinga.”

“Kejadiannya sudah bertahun-tahun silam,” sahut pelukis itu. “Mengapa sekarang Anda tidak memotong rambut?” “Karena,” kata Bryan sambil mengedipkan matanya, “jalinan kasih kami masih terus berlangsung hingga sekarang.”

Apakah jalinan kasih kita dengan Yesus masih berlangsung hingga sekarang? Ketika pertama kali datang dengan iman kepada Kristus, kita bersukacita karena dosa kita diampuni dan kita diangkat menjadi anggota keluargaNya. Kasih Tuhan memenuhi dan terus mengaliri hati kita. Kita pun rindu untuk menyenangkanNya.

Ketika waktu berlalu, semangat cinta pertama kita yang menyala-nyala mungkin mulai mendingin. Oleh sebab itu, kita perlu merenungkan perkataan Yudas yang tertulis dalam surat singkatnya, “Peliharalah dirimu demikian di dalam kasih Allah” (ayat 21). Yesus menggunakan ungkapan yang sama ketika Dia berkata, “Tinggallah di dalam kasihKu” (Yohanes 15:9,10). Kita memelihara kasih tersebut apabila kita memusatkan diri untuk menyenangkanNya, bukan menyenangkan diri sendiri. — Peliharalah senantiasa jalinan kasih itu.

YESUS KRISTUS mengasihi Anda…

Senin, 29 Juli 2013

Kakek dan Nenek

Apalah arti kata “I Love You” bila hanya sebatas di mulut tanpa tindakan nyata? Saling menjaga, mengasihi, dan janji setia untuk seumur hidup hanya dengan seorang pria/wanita sebagai pasangan.

Si Kakek ini seumur hidupnya ia tak pernah mengucapkan I LOVE YOU dalam bahasa verbal apapun.

Ketika Kakek melamar Nenek, hanya tiga kata yang diucapkan, “Percayalah kepada saya.”

Ketika Nenek melahirkan anak perempuan pertama, Kakek mengatakan, “Maaf ya sudah menyusahkan kamu.”

Ketika anak perempuannya menikah, Nenek merasa kehilangan dan Kakek hanya merangkul Nenek dengan mengatakan, “Masih ada saya.”

Ketika Nenek sedang sakit parah, Kakek berkata, “Saya akan selalu ada di sampingmu.”

Ketika Nenek sakitnya makin parah dan akan meninggal, Kakek hanya mengatakan kepada Nenek, “Kamu tunggu saya ya.”

Seumur hidup, Kakek tidak pernah sekali pun mengucapkan “Aku cinta padamu”, tetapi ‘CINTA’nya tidak pernah meninggalkan dia, cintanya diwujudkan dalam hidup keseharian mereka, seumur hidup tindakan dan perbuatannya selalu penuh dengan CINTA.

Walaupun sulit menemukan pasangan seperti dongeng ini, tapi saya percaya pasti ada pasangan-pasangan lain yang demikian kuat rasa cintanya di dunia ini. Semoga demikian pula untuk semua pasangan yang sudah memutuskan untuk hidup bersama, karena dengan anda memutuskan untuk menikahi pasangan anda, maka itu berarti kontrak seumur hidup sudah dimulai, termasuk semua konsekuensinya.

Jadilah Kakek dan Nenek terromantis versi anda masing-masing!!!

Interview With God

Man: Selamat pagi, Tuhan, sekiranya Tuhan punya waktu sedikit, aku ingin bicara.

God: Ooo.. waktuKu adalah KEKEKALAN, tidak ada masalah tentang waktu. Apa pertanyaanmu?

Man: Apa yang paling mengherankan bagiMU tentang kami manusia?

God: Hahaha.. kalian itu makhluk yang aneh.

* Pertama, suka mencemaskan masa depan, sampai lupa hari ini.

* Kedua, kalian hidup seolah-olah tidak bakal mati.

* Ketiga, kalian cepat bosan sebagai anak-anak dan terburu-buru ingin dewasa. Namun setelah dewasa rindu lagi jadi anak-anak, suka bertengkar, ngambek, dan ribut karena soal-soal sepele.

* Keempat, kalian rela kehilangan kesehatan demi mengejar uang, tetapi membayarnya kembali untuk mengembalikan kesehatan itu.
Hal-hal begitulah yang membuat hidup kalian susah.

Man: Lantas apa nasihat Tuhan agar kami bisa hidup BAHAGIA?

God: Sebenarnya semua nasihat sudah pernah diberikan. Inilah satu lagi keanehan kalian: Suka melupakan nasihatKu. Baiklah, Ku ulangi lagi ya beberapa yang terpenting.

1. Kalian harus sadar bahwa mengejar rejeki adalah sebuah kesalahan. Yang seharusnya kalian lakukan ialah menata diri agar kalian layak dikucuri rejeki. Jadi, jangan mengejar rejeki, tetapi biarlah rejeki yang mengejar kalian.

2. Ingat: “siapa” yang kalian miliki itu lebih berharga daripada “apa” yang kalian punyai. Perbanyaklah teman, kurangi musuh.

3. Jangan bodoh dengan cemburu dan membandingkan yang dimiliki orang lain. Melainkan bersyukurlah dengan apa yang sudah kalian terima. Khususnya, kenalilah talenta dan potensi yang kalian miliki lalu kembangkanlah itu sebaik-baiknya, maka kalian akan menjadi manusia unggul. Otomatis rejeki yang akan mengejar kalian.

4. Ingat: orang yang disebut Kaya bukanlah dia yang berhasil mengumpulkan yang paling banyak, tetapi adalah dia yang paling “sedikit” memerlukan, sehingga masih sanggup memberi kepada sesamanya. Ok?

Yang terpenting buat kamu pribadi yang sedang membaca ini, bisa mengerti dan bertindaklah.
Ingat janji ini: “AKU Tidak Akan Meninggalkanmu”

Minggu, 28 Juli 2013

Datanglah Sebagaimana Adanya

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dalam ketidakpercayaan. Tidak mungkin ini tempatnya. Sebenarnya, tidak mungkin aku diterima di sini. Aku sudah diberi undangan beberapa kali, oleh beberapa orang yang berbeda, dan baru akhirnya memutuskan untuk melihat tempatnya seperti apa sih. Tapi, tidak mungkin ini tempatnya. Dengan cepat, aku melihat pada undangan yang ada di genggamanku. Aku memeriksa dengan teliti kata-katanya, “Datanglah sebagaimana adanya kamu. Tidak perlu ditutup-tutupi.”

Ya… aku berada di tempat yang benar. Aku mengintip lewat jendelanya sekali lagi dan melihat sebuah ruangan yang penuh dengan orang-orang yang dari wajahnya terpancar sukacita. Semuanya berpakaian rapi, diperindah dengan pakaian yang bagus dan terlihat bersih seperti kalau mereka makan di restoran yang bagus. Dengan perasaan malu, aku memandang pada pakaianku yang buruk dan compang camping, penuh dengan noda. Aku kotor, bahkan menjijikan.

Bau yang busuk ada padaku dan aku tidak dapat membuang kotoran yang melekat pada tubuhku. Ketika aku akan berputar untuk meninggalkan tempat itu, kata-kata dari undangan tersebut seakan-akan meloncat keluar, “Datanglah sebagaimana kamu adanya. Tidak perlu ditutup-tutupi.”

Aku memutuskan untuk mencobanya. Dengan mengerahkan semua keberanianku, aku membuka pintu restoran dan berjalan ke arah laki-laki yang berdiri di belakang panggung.

“Nama Anda, Tuan?” ia bertanya kepadaku dengan senyuman.

“Daniel F. Renken,” kataku bergumam tanpa berani melihat ke atas. Aku memasukkan tanganku ke kantongku dalam-dalam, berharap untuk dapat menyembunyikan noda-nodanya.

Ia sepertinya tidak menyadari kotoran yang berusaha aku sembunyikan dan ia melanjutkan, “Baik, Tuan. Sebuah meja sudah dipesan atas nama Anda. Anda mau duduk?”

Aku tidak percaya atas apa yang aku dengar! Aku tersenyum dan berkata, “Ya, tentu saja!”

Ia mengantarkanku ke sebuah meja dan, cukup yakin, ada plakat dengan namaku tertera dengan tulisan tebal merah tua.

Ketika aku membaca-baca menunya, aku melihat berbagai macam hal-hal yang menyenangkan tertera di sana. Hal-hal tersebut seperti “damai”, “sukacita”, “berkat”, “kepercayaan diri”, “keyakinan”, “pengharapan”, “cinta kasih”, “kesetiaan”, dan “pengampunan”.

Aku sadar bahwa ini bukan restoran biasa! Aku mengembalikan menunya ke depan untuk melihat tempat di mana aku berada. “Kemurahan Tuhan”, adalah nama dari tempat ini.

Laki-laki tadi kembali dan berkata, “Aku merekomendasikan sajian spesial hari ini. Dengan memilih spesial menu hari ini, Anda berhak untuk mendapatkan semua yang ada di menu ini.”

Kamu pasti bercanda! pikirku dalam hati. Maksudmu, aku bisa mendapat SEMUA yang ada dalam menu ini?

“Apa menu spesial hari ini?’ aku bertanya dengan penuh kegembiraan.

“Keselamatan,” jawabnya.

“Aku ambil,” jawabku spontan.

Kemudian, secepat aku membuat keputusan itu, kegembiraan meninggalkan tubuhku. Sakit dan penderitaan merenggut lewat perutku dan air mata memenuhi mataku.

Dengan menangis tersedu sedan, aku berkata, “Tuan, lihatlah diriku. Aku ini kotor dan hina. Aku tidak bersih dan tidak berharga. Aku ingin mendapat semuanya ini, tapi aku tidak dapat membelinya.”

Dengan berani, laki-laki itu tersenyum lagi.

“Tuan, Anda sudah dibayar oleh laki-laki di sebelah sana,” katanya sambil menunjuk pintu masuk ruangan. “Namanya Yesus.”

Aku berbalik, aku melihat seorang laki-laki yang kehadirannya membuat terang seluruh ruangan itu.

Aku melangkah maju ke arah laki-laki itu, dan dengan suara gemetar aku berbisik, “Tuan, aku akan mencuci piring-piring atau membersihkan lantai atau mengeluarkan sampah. Aku akan melakukan apa pun yang bisa aku lakukan untuk membayarMu kembali atas semuanya ini.”

Ia membuka tangannya dan berkata dengan senyuman, “Anakku, semuanya ini akan menjadi milikmu, cukup hanya bila kamu datang kepadaKu. Mintalah padaKu untuk membersihkanmu dan Aku akan melakukannya. Mintalah padaKu untuk membuang noda-noda itu dan itu terlaksana. Mintalah padaKu untuk mengijinkanmu makan di mejaKu dan kamu akan makan. Ingat, meja ini dipesan atas namamu. Yang bisa kamu lakukan hanyalah MENERIMA pemberian yang sudah Aku tawarkan kepadamu.”

Dengan kagum dan takjub, aku terjatuh di kakiNya dan berkata, “Tolong, Yesus. Tolong bersihkan hidupku. Tolong ubahkan aku, ijinkan aku duduk di mejaMu dan berikan padaku sebuah hidup yang baru.”

Dengan segera aku mendengar, “Sudah terlaksana.”

Aku melihat pakaian putih menghiasi tubuhku yang sudah bersih. Sesuatu yang aneh dan indah terjadi. Aku merasa seperti baru, seperti sebuah beban sudah terangkat dan aku mendapatkan diriku duduk di mejaNya.

“Menu spesial hari ini sudah dipesan,”” kata Tuhan kepadaku. “Keselamatan menjadi milikmu.”

Kami duduk dan bercakap-cakap untuk beberapa waktu lamanya dan aku sangat menikmati waktu yang kuluangkan denganNya. Ia berkata kepadaku, kepadaku dan kepada semua orang, bahwa Ia ingin aku kembali sesering aku ingin bantuan lain dari kemurahan Tuhan. Dengan jelas Ia ingin aku meluangkan waktuku sebanyak mungkin denganNya.

Ketika waktu sudah dekat bagiku untuk kembali ke ‘dunia nyata’, Ia berbisik padaku dengan lembut, “Dan Daniel, AKU MENYERTAI KAMU SELALU.”

Dan kemudian, Ia berkata sesuatu yang tidak akan pernah aku lupakan.

Ia berkata, “Anakku, lihatkah kamu beberapa meja yang kosong di seluruh ruangan ini?”

“Ya, Tuhan. Aku melihatnya. Apa artinya?” jawabku.

“Ini adalah meja-meja yang dipesan, tapi tiap-tiap individu yang namanya tertera di tiap plakat ini belum menerima undangan untuk makan. Maukah kamu membagikan undangan-undangan ini untuk mereka yang belum bergabung dengan kita?” Yesus bertanya.

“Tentu saja,”  kataku dengan kegembiraan dan memungut undangan tersebut.

“Pergilah ke seluruh bangsa,” Ia berkata ketika aku pergi meninggalkan restoran tersebut.

Aku berjalan masuk ke “Kemurahan Tuhan” dalam keadaan kotor dan lapar. Ternoda oleh dosa. Asalku bagai kain tua yang kotor. Dan Yesus membersihkanku. Aku berjalan keluar seperti orang yang baru, berbaju putih, seperti Dia. Dan aku menepati janjiku pada Tuhanku.

Aku akan pergi. Aku akan menyebarkan luaskan perkataanNya. Aku akan memberitakan Injil. Aku akan membagikan undangan-undangannya. Dan aku akan memulainya dengan kamu.

Pernahkah kamu pergi ke restoran “Kemurahan Tuhan?” Ada sebuah meja yang dipesan atas namamu, dan inilah undangan untukmu… “DATANGLAH SEBAGAIMANA KAMU ADANYA. TIDAK PERLU DITUTUP-TUTUPI.”

Sabtu, 27 Juli 2013

Bersyukurlah

Bersyukurlah ketika Anda tidak memiliki segala sesuatu yang Anda inginkan...

Bersyukurlah ketika Anda tidak tahu sesuatu, untuk itu memberi Anda kesempatan untuk belajar...

Bersyukurlah untuk masa-masa sulit, selama masa-masa tersebut sebenarnya Anda menjadi tumbuh lebih dewasa...

Bersyukurlah untuk keterbatasan Anda, karena mereka memberi Anda kesempatan untuk memperbaiki diri Anda...

Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru, karena itu akan membangun kekuatan dan karakter Anda...

Bersyukurlah untuk kesalahan-kesalahan Anda, sebab mereka akan mengajarkan Anda pelajaran berharga

Bersyukurlah ketika Anda lelah dan letih, karena itu berarti Anda telah membuat upaya...

Sangat mudah untuk bersyukur untuk hal-hal yang baik,

Hidup berkecukupan juga datang kepada mereka yang bersyukur atas kekurangan mereka,,

Dengan bersyukur Anda dapat mengubah sesuatu yang dipandang negatif menjadi positif

Temukan cara untuk bersyukur atas masalah Anda, dan seketika itu juga mereka sebaliknya akan menjadi berkat bagi Anda.

Tuhan Yesus Memberkati.

MelihatNya Dalam Gelap

Suatu malam, sebuah gereja yang ada di desa mengadakan kebaktian penyegaran iman dan mereka mengundang seorang pendeta untuk berkhotbah. Desa tersebut baru saja mendapat sambungan aliran listrik sehingga ruang kebaktian gereja mendapat penerangan dari lampu pijar. Ketika sang pendeta sedang berkhotbah, tiba-tiba listrik mati. Ruangan ibadah pun menjadi gelap guiita. Sang pendeta bingung, harus terus berkhotbah atau menunggu listrik menyala. Tiba-tiba seorang anggota majelis berbisik, “Teruslah berkhotbah, Pak Pendeta. Kami masih bisa melihat Yesus di dalam gelap.”

Hidup bisa tiba-tiba menjadi gelap saat kita menghadapi kesengsaraan; kehilangan orang terkasih, sakit-penyakit, atau kegagalan bisnis. Semua itu membuat hari-hari tampak suram. Ibarat mati lampu, keadaan di sekeliling menjadi tampak gelap. Namun, orang yang beriman pada Kristus dapat tetap berdiri, bahkan bermegah.

Mengapa? Sebab ada pengharapan. Kita yakin, di tengah gelapnya hidup, Yesus beserta. Kita bisa melihat Dia dalam gelap. Oleh sebab itu, kesengsaraan tidak perlu menjatuhkan iman, tetapi menguji iman kita untuk naik setingkat lebih tinggi.

Pengalaman membuktikan, hari-hari gelap justru merupakan saat di mana Tuhan mendekat; saat di mana kita merasakan pertolongan dan kuasaNya secara istimewa.

Apakah jalan di depan anda tampak gelap? Jangan takut, apalagi sampai kehilangan kegembiraan hidup. Percayalah, semakin sulit jalan hidup Anda, semakin nyata Tuhan menyertai Anda. Seperti orang tua yang memberikan perhatian khusus saat anaknya sakit, Tuhan pun begitu. Di topan gelap, Anda didekap.

GELAPNYA JALAN TAK PERLU MENGHENTIKAN LANGKAH SELAMA PELITA ANDA TETAP MENYALA. TETAPLAH BERJALAN..

Jumat, 26 Juli 2013

Ketika Anak Ayam Menjadi Roti Ayam

Alkisah ada seorang perempuan Kristen mempunyai 2 ekor anak ayam. Anak ayam itu sering mencari makan di halaman rumah tetangganya yang berkarakter cepat naik darah.

Suatu hari tetangganya menangkap kedua anak ayam itu dan mencekik lehernya hingga mati, lalu anak ayam itu dilemparkannya kembali ke rumah pemiliknya melalui pagar. Tentu saja mendapati ayamnya mati, maka perempuan itu jadi berduka. Namun, dia tidak menjadi marah dan mencaci maki tetangganya. Sebaliknya ia mengambil anak ayam itu, mencabuti bulunya, dan memasaknya menjadi roti ayam. Kemudian mengirimkan roti ayam tersebut ke rumah tetangganya yang telah membunuh anak ayam itu.

Perempuan itu meminta maaf karena tidak berhati-hati menjaga anak ayamnya. Tetangganya tidak bisa berkata apa-apa. Roti ayam dan permintaan maaf itu membuatnya malu.

Sebenarnya bukan maksud perempuan itu untuk membuat dia malu, tetapi motivasinya membalas kejahatan dengan kebajikan adalah untuk memperlihatkan KASIH Kristen yang nyata kepada tetangganya.

Membalas kasih dengan kebencian adalah kejahatan. Membalas kasih dengan kasih adalah manusiawi. Membalas kebencian dengan kasih adalah ilahi.

“Sebab kalau kalian mengasihi hanya orang yang mengasihi kalian saja, untuk apa Allah harus membalas perbuatanmu itu? Bukankah para penagih pajak pun berbuat begitu? Dan kalau kalian memberi salam hanya kepada kawan-kawanmu saja, apakah istimewanya? Orang-orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat begitu! Bapamu di surga mengasihi semua orang dengan sempurna. Kalian harus begitu juga.” *Mat 5: 46-48*

Kamis, 25 Juli 2013

JEJAK KAKI...,

Suatu malam aku bermimpi,
aku bermimpi berjalan bersama Tuhan
di sepanjang pantai.
Aku melihat semua episode demi episode
dalam kehidupanku yang terlihat
jelas di langit.

Pada setiap episode kehidupan
aku selalu melihat ada 2 pasang jejak kaki
di belakangku...,
satu pasang adalah milikku,
dan satu pasang lagi milik Tuhan,
yaaa...karena aku berjalan bersama Tuhan.

Di beberapa akhir dari episode itu
aku kembali menengok ke belakang,
tapi aku hanya melihat satu pasang
jejak kaki saja...,
aku mulai berpikir,
"Tuhan pasti meninggalkanku....,
sementara saat ini aku sedang mengalami
beban yang sangat berat..."

Lalu aku mencoba mengatakan
kegelisahanku kepada Tuhan,

"Tuhan,
aku memutuskan mengikut Engkau,
dan Engkaupun dengan setia
berjalan bersamaku...,
Engkau berjanji tak kan pernah
meninggalkan aku sendiri....,
tapi mengapa saat aku dalam kesesakan,
dan berbeban berat,
Engkau tak ada bersamaku...?
mengapa Tuhan ?
mengapa aku hanya melihat
satu pasang jejak kaki saja...?"

Tuhan menjawab,
"AnakKU yang KU kasihi...,
AKU mengasihimu...,
AKU tak pernah meninggalkanmu...,
selama kau dalam masa kesesakan
dan berbeban berat,
AKU selalu ada bersamamu...,
AKU merasakan pederitaanmu...,
ketika kau melihat hanya ada
satu pasang jejak kaki dalam
episode kehidupanmu...,
saat itulah AKU MENGGENDONGMU..."

Amin.
Tuhan Yesus memberkati.

Berbalas Kebaikan Berantai Tanpa Rencana

Suatu hari saya naik angkutan kota dari Darmaga menuju Terminal Baranangsiang, Bogor. Pengemudi angkot itu seorang anak muda. Di dalam angkot duduk 7 penumpang, termasuk saya. Masih ada 5 kursi yang belum terisi.

Di tengah jalan, angkot-angkot saling menyalip untuk berebut penumpang. Tapi ada pemandangan aneh. Di depan angkot yang kami tumpangi, ada seorang ibu dengan 3 orang anak remaja berdiri di tepi jalan. Tiap ada angkot yang berhenti di hadapannya, dari jauh kami bisa melihat si ibu berbicara kepada supir angkot, lalu angkot itu melaju kembali. Kejadian ini terulang beberapa kali.

Ketika angkot yang kami tumpangi berhenti, si ibu bertanya, “Dik, lewat terminal bis ya?” Supir tentu menjawab, “Ya.” Yang aneh ibu tidak segera naik. Ia bilang, “Tapi saya dan ketiga anak saya tidak punya ongkos.” Sambil tersenyum, supir itu menjawab, “Tidak apa-apa, Bu, naik saja.” Ketika si ibu tampak ragu-ragu, supir mengulangi perkataannya, “Ayo, Bu, naik saja, tidak apa-apa.”

Saya terpesona dengan kebaikan supir angkot yang masih muda itu, di saat jam sibuk dan angkot lain saling berlomba untuk mencari penumpang, tapi si supir muda ini merelakan 4 kursi penumpangnya untuk ibu dan anak-anaknya.

Ketika sampai di terminal bis, 4 penumpang gratisan ini turun. Si ibu mengucapkan terima kasih kepada supir. Di belakang ibu itu, seorang penumpang pria turun, lalu membayar dengan uang Rp 20.000,-.

Ketika supir hendak memberi kembalian (ongkos angkot hanya Rp 4.000,-), pria ini bilang bahwa uang itu untuk ongkos dirinya dan 4 penumpang gratisan tadi. “Terus jadi orang baik ya, Dik,” kata pria tersebut kepada sopir angkot muda itu.

Sore itu saya benar-benar dibuat kagum dengan kebaikan-kebaikan kecil yang saya lihat. Seorang Ibu miskin yang jujur, seorang supir yang baik hati, dan seorang penumpang yang budiman. Mereka saling mendukung untuk kebaikan.

Andai separuh saja bangsa kita seperti ini, maka dunia akan takluk oleh kebaikan kita.

Senin, 22 Juli 2013

Toko Surga

Telah Di Buka, “TOKO GROSIR SURGA”

Ada sebuah papan bertuliskan “Toko Grosir Surga”. Ketika aku berjalan dan hendak masuk ke toko itu, pintu segera terbuka dengan begitu lebar.

Seorang malaikat memberikan keranjang belanja sambil berkata, “Anakku, berbelanjalah dan pilih apa saja yang kau mau, semua kebutuhanmu tersedia di toko ini, dan jika kau tidak bisa membawa semua belanjaanmu, kau boleh kembali lagi kesini.”

Pertama-tama saya mengambil KESABARAN dan KASIH, karena keduanya berada di rak yang sama. Di bawah rak itu saya melihat PENGERTIAN dan saya pun mengambilnya.

Saya mengambil 2 kotak KEBIJAKSANAAN dan sekantong IMAN. Saya juga tak melupakan ROH KUDUS karena itu terletak di setiap tempat di dalam toko itu.

Saya berhenti sejenak untuk mengambil sebungkus KEKUATAN dan KETEGUHAN HATI untuk menolong dan memampukan saya melalui perjuangan hidup ini.

Meski keranjang sudah penuh, tapi saya teringat saya membutuhkan ANUGERAH. Saya juga tak melupakan KESELAMATAN, karena saya tahu itu merupakan barang yang gratis di toko tersebut. Saya mengambil lebih, agar bisa membagikannya kepada orang lain yang membutuhkannnya. Saya berpikir, “Ini kan gratis.”

Keranjang saya kini benar-benar penuh dan saya berjalan ke kasir untuk membayar belanjaan. Di depan kasir, saya melihat DOA dan tanpa menunggu lebih lama, saya segera mengambilnya karena saya tahu tanpa DOA saya akan segera jatuh dalam pencobaan.

DAMAI dan SUKACITA adalah 2 hal penting yang hampir saya lupakan. Saya segera mengambil satu keranjang kecil untuk keduanya dan untuk NYANYIAN PUJIAN.

Pada akhirnya saya berkata kepada malaikat, “Sekarang berapa yang harus saya bayar?”

Ia hanya tersenyum dan berkata, “Kamu tinggal membawanya saja, sebab bertahun-tahun yang lalu YESUS telah mambayar LUNAS untukmu.” (Filipi 4:19)

Saat ini “Toko Grosir Sorga” masih terbuka. Mari datang dan nikmatilah hasil dari pengorbananNYA.

God Bless You!

Minggu, 21 Juli 2013

Koin Peninggalan Kakek

Kugenggam koin itu di telapak tanganku. Dengan erat. Takkan kulepaskan barang sedetik pun. Terus dan terus kugenggam, sampai terkadang terasa menyakitkan.  Ketika kuku-kuku jariku menancapkan dirinya ke telapak tanganku sendiri. Berbekas, bertanda, dan sakit. Itu karena aku takut koin itu terlepas begitu saja.

Koin itu begitu berharga. Koin itu memang sebetulnya sebuah koin langka yang amat kusukai. Koin itu peninggalan dari kakekku, seorang kolektor koin. Di antara banyak koin yang dimilikinya, hanya ini yang kusukai. Mungkin karena tahun di koin ini sama dengan tahun lahir kakek, tahun 1930. Kakek yang meninggal tahun lalu memang juga merupakan kesayanganku, sama seperti aku adalah kesayangannya.

Tuk… Aduhhh…

Tidak hati-hati aku tersandung sebuah kerikil yang agak besar ketika aku berjalan pulang ke rumahku. Koin itu -sekeras apa pun genggamanku- terlepas begitu saja dari tanganku. Gerak reflek ketika aku tersandung, terantuk, untungnya tak sampai tersungkur ke tanah. Koin itu hilang, raib entah ke mana. Duh, tak tahukah koin itu begitu berharga?

Aku menangis mencarinya. Tetapi agaknya
usahaku malam itu sia-sia. Bulan pun seolah kurang berkompromi dan tak mau kerja sama dengan berlindung di balik awan. Bintang pun tak bersinar malam ini. Dan koin itu menggelinding di balik semak, tertutup lumpur, dan becek yang menggenangi sebagian daerah tempat tinggalku karena hujan deras beberapa jam sebelumnya.

Aku menangis. Ketika harus merelakan sesuatu yang kugenggam amat erat, itu adalah sesuatu yang berat. Sejujurnya, aku belum rela. Aku lepaskan genggaman tanganku karena terpaksa. Herannya, tak kurasakan lagi kesakitan yang ada di tanganku seperti hari-hari sebelumnya, ketika segalanya kugenggam erat. Ya, ada rasa yang hilang -ada kesedihan yang luar biasa ketika kehilangan koin kakek. Namun, di sisi yang berseberangan: aku kok merasakan kelegaan yang luar biasa karena tak lagi merasa tersiksa? Kuku-kuku itu tak lagi menyakitiku.

Dari kejadian itu aku belajar bahwa banyak kali aku menggenggam sesuatu terlalu erat. Mungkin itu pacarku, suami/istriku, anakku, keinginanku yang harus terjadi, masa depanku, dan segala hal yang ingin kujadikan yang terbaik dengan caraku dan hanya dengan caraku. Namun, ada kalanya aku keliru. Menganggap dengan mengontrol segalanya, menempatkan semuanya dalam genggaman tanganku dan memegangnya erat-erat akan menghasilkan rasa aman dan nyaman.

Aku keliru. Aku salah besar! Ternyata aku malah mengalami hari-hari yang mencekam: hidup dalam ketakutan, hidup dalam kecemasan, kuatir jangan-jangan mereka akan pergi meninggalkanku. Jangan-jangan apa yang kuinginkan tidak terjadi, lalu bagaimana aku harus melanjutkan hidupku?

Ketika aku menggengamnya dengan lembut, dengan kekuatan yang cukup tetapi tidak memaksa, malahan kurasakan kenyamanan di tanganku sendiri. Mungkin ketika berelasi dengan orang-orang yang terkasih, orang-orang yang dekat di hati, inilah yang seharusnya kulakukan.

Bukan dengan tangan besi, tetapi dengan menjadi pendengar yang baik yang bisa curhat dari hati ke hati.

Ketika aku menginginkan sesuatu yang sudah lama kugenggam dengan erat, ternyata kenyataannya tidak sesuai dengan keinginanku. Aku marah. Aku kecewa. Tetapi di balik itu pula, ketika keinginan itu terlepas dari tanganku, malah aku merasa lega.

Ya, aku akan menangis, meraung, kecewa, dan marah. Tetapi, setelah semua proses itu berlalu, aku malah jadi bahagia. Sukacita meliputiku.

Segala sesuatu yang digenggam terlalu erat dalam hidup ini, akan berwujud kecewa. Sehingga ada baiknya sadar bahwa apa yang dimiliki adalah sifatnya sementara. Hanya titipan yang kuasa sampai saat Dia memintanya kembali dari kita.

Koin itu masih hilang, perasaanku juga masih belum pulih seratus persen. Namun, aku percaya akan kutemukan koin yang baru. Dan kakek, semoga kau mengerti bahwa justru aku bersyukur untuk pelajaran kehidupan dari koin yang kugenggam terlalu erat ini. Kakek, aku tetap sayang Kakek, dengan ataupun tanpa koin peninggalanmu itu.

Kuhapus air mataku, kulanjutkan menuliskan surat cintaku buat Kakek. Mulai hari ini, akan kutuliskan banyak kebaikan kakek, termasuk inspirasi koin yang kudapatkan dan pembelajaran di dalamnya. Aku tak lagi hendak menggenggam segala sesuatu terlalu erat, karena itu semua bukanlah milikku. Itu milikNya yang dipercayakannya padaku.

Sulit memang untuk menerima ini semua. Tetapi ketika aku belajar untuk mempercayakan genggaman tangan yang lain, genggaman tanganNya yang berpadu dalam telapak tanganku, tiba-tiba saja kurasakan kekuatan baru. Ya, menjejakkan langkah dengan tenteram dalam hidup ini bersamaNya. Mempercayakan setiap koin yang dia taruh di genggamanku dan mempersembahkan kepadaNya.

Jangan lepaskan genggaman tanganMu dari diriku, Tuhan. Aku mau terus ikut denganMu, saat ini dan selamanya.

Sabtu, 20 Juli 2013

Menunggu Tuhan Datang

Pada suatu hari, Tuhan berjanji akan mengunjungi rumah seorang ibu. Ibu itu sangat bangga dan gembira. Ia mempersiapkan segalanya agar pantas menyambut Tuhan. Pekarangan rumahnya disapu dan perabot-perabotnya dibersihkan dan diatur sehingga tampak bersih dan indah. Setelah beres segalanya, ia duduk dan menunggu kedatangan Tuhan.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Ibu itu bergegas membukanya. Ternyata seorang pengemis berdiri di depan pintu. “Oh, jangan hari ini. Jangan menggangguku. Aku sedang menunggu Tuhan yang akan mengunjungiku!” Ia mengusir pengemis dan menutup pintu.

Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan pintu lagi. Ibu itu segera membuka pintu rumahnya. Tetapi siapa yang dijumpainya? Hanya seorang tua miskin yang minta bantuan. “Maaf, saya tidak bisa menolongmu hari ini. Saya sedang menunggu Tuhan!” sahut ibu itu sambil menutup pintu dengan keras.

Baru saja tertutup, pintu sudah diketuk lagi. Sekali lagi, ibu itu membukakannya. Seorang pengemis yang berpakaian compang-camping dan tampak kelaparan meminta makan dan tempat untuk meletakkan tubuhnya yang lelah. “Oh, tidak bisa. Saya sedang menunggu Tuhan. Saya tidak bisa memberikan roti dan tempat kepadamu!” Pengemis itu pergi.

Ibu itu menunggu Tuhan lagi. Berjam-jam lewat dan senja pun tiba. Belum juga ada tanda-tanda kehadiran Tuhan. Ibu tadi menjadi gelisah dan bertannya kepada dirinya sendiri, “Di manakah Tuhan yang berjanji akan mengunjungiku?”

Akhirnya, ia tertidur dan bermimpi. Tuhan mendatanginya dan berkata,

“Aku sudah mendatangimu tiga kali dan tiga kali pula Aku kau tolak!”

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” *Matius 25:40*

Jumat, 19 Juli 2013

Mengarungi Kehidupan Dengan Keimanan

Aku duduk menikmati senja dalam perahuku yang sedang berlabuh…

Kulihat Yesus di ruang kemudi, menatapku lembut dan berkata,

“Lepaskan tambatan perahumu, dan biarkan Aku membawa engkau ke seberang. Bukan rencanaKu untuk engkau tetap tertambat di sini.”

Dengan takut, gelisah, dan khawatir aku menjawabNya, “Tuhan bukankah lebih baik aku tetap di sini? Aku tidak akan melihat topan, badai, dan angin ribut. Dan aku dapat kembali ke darat kapan pun aku mau.”

Lembut Yesus memegang tanganku, menatap mataku, dan berkata,

“Memang di sini engkau tidak akan mengalami topan, badai, dan angin rebut, tapi engkau juga tidak akan pernah melihat bahwa engkau sanggup jika bersama Aku untuk mengatasi semua itu. Engkau tidak akan melihat Aku berkuasa atas semuanya itu, karena Akulah TUHAN…”

Dalam pergumulan berat, aku memandangi tali yang mengikat perahuku. Di tali itu kulihat ada rasa khawatir akan: keuangan, pekerjaan, pasangan hidup, dan lain-lain.

Dalam hati aku bertanya-tanya: tahukah Ia akan apa yang aku inginkan?

Mengertikah Ia akan apa yang aku rindukan dan dambakan?

Yesus memelukku dan berbisik lembut,

“Memang tidak semuanya akan sesuai dengan apa yang kau inginkan, rindukan, dan dambakan, bahkan mungkin kebalikannya yang akan kau dapat, tetapi maukah kau percaya bahwa rancanganKu adalah rancangan damai sejahtera, masa depanKu adalah masa depan yang penuh harapan?”

Ia memeluk dan menangis bersamaku. Dengan berat aku melepaskan tali perahuku… Aku lepaskan semua rasa khawatir itu dari hatiku, ku taruh hak atas masa depanku di tanganNya.

Aku tidak tahu bagaimana masa depanku, sambil menangis aku menatapNya dan berkata, “Aku percaya, aku akan sanggup bersamaMu. Jadilah nahkoda dalam perahuku dan marilah kita berlayar, ya Tuhanku.”

Bersediakah kita serahkan hak atas masa depan kita dalam tanganNya tanpa kita belum tahu bagaimana Ia akan merancang semuanya itu?

Yakinkan diri kita, dan ingat firmanNya: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” *Yer 29:11*

Amin.

"Bunga Cantik Dalam Pot Yang Retak"

Rumah kami langsung berseberangan dengan pintu masuk RS John Hopkins di Baltimore. Kami tinggal di lantai dasar dan menyewakan kamar-kamar lantai atas pada para pasien yang ke klinik itu.

Suatu petang di musim panas, ketika aku sedang menyiapkan makan malam, ada orang mengetuk pintu. Saat kubuka, yang kutatap ialah seorang pria dengan wajah yang benar buruk sekali rupanya.

“Lho, dia ini juga hampir cuma setinggi anakku yang berusia 8 tahun,” pikirku ketika aku mengamati tubuh yang bungkuk dan sudah serba keriput ini.

Tapi yang mengerikan ialah wajahnya, begitu miring besar sebelah akibat bengkak, merah dan seperti daging mentah., hiiiihh…! Tapi suaranya begitu lembut menyenangkan ketika ia berkata,

“Selamat malam. Saya ini kemari untuk melihat apakah Anda punya kamar hanya buat semalam saja. Saya datang berobat dan tiba dari pantai Timur, dan ternyata tidak ada bis lagi sampai esok pagi.”

Ia bilang sudah mencoba mencari kamar sejak tadi siang tanpa hasil, tidak ada seorangpun tampaknya yang punya kamar.

“Aku rasa mungkin karena wajahku … Saya tahu kelihatannya memang mengerikan, tapi dokterku bilang dengan beberapa kali pengobatan lagi…”

Untuk sesaat aku mulai ragu-ragu, tapi kemudian kata-kata selanjutnya menenteramkan dan meyakinkanku:

“Oh aku bisa kok tidur di kursi goyang di luar sini, di beranda samping ini. Toh bis ku esok pagi-pagi juga sudah berangkat.”

Aku katakan kepadanya bahwa kami akan mencarikan ranjang buat dia, untuk beristirahat di beranda. Aku masuk ke dalam menyelesaikan makan malam. Setelah rampung, aku mengundang pria tua itu, kalau-kalau ia mau ikut makan.

“Wah, terima kasih, tapi saya sudah bawa cukup banyak makanan.” Dan ia menunjukkan sebuah kantung kertas coklat.

Selesai dengan mencuci piring-piring, aku keluar mengobrol dengannya beberapa menit. Tak butuh waktu lama untuk melihat bahwa orang tua ini memiliki sebuah hati yang terlampau besar untuk dijejalkan ke tubuhnya yang kecil ini. Dia bercerita ia menangkap ikan untuk menunjang putrinya, kelima anak-anaknya, dan istrinya, yang tanpa daya telah lumpuh selamanya akibat luka di tulang punggung.

Ia bercerita itu bukan dengan berkeluh kesah dan mengadu; malah sesungguhnya, setiap kalimat selalu didahului dengan ucapan syukur pada Tuhan untuk suatu berkat!

Ia berterima kasih bahwa tidak ada rasa sakit yang menyertai penyakitnya, yang rupa-rupanya adalah semacam kanker kulit. Ia bersyukur pada Tuhan yang memberinya kekuatan untuk bisa terus maju dan bertahan.

Saatnya tidur, kami bukakan ranjang lipat kain berkemah untuknya dikamar anak-anak.

Esoknya waktu aku bangun, seprei dan selimut sudah rapi terlipat dan pria tua itu sudah berada di veranda. Ia menolak makan pagi, tapi sesaat sebelum ia berangkat naik bis, ia berhenti sebentar, seakan meminta suatu bantuan besar, ia berkata,

“Permisi, bolehkah aku datang dan tinggal disini lagi lain kali bila aku harus kembali berobat? Saya sungguh tidak akan merepotkan Anda sedikitpun. Saya bisa kok tidur enak di kursi.”

Ia berhenti sejenak dan lalu menambahkan, “Anak-anak Anda membuatku begitu merasa kerasan seperti di rumah sendiri. Orang dewasa rasanya terganggu oleh rupa buruknya wajahku, tetapi anak-anak tampaknya tidak terganggu.”

Aku katakan silahkan datang kembali setiap saat. Ketika ia datang lagi, ia tiba pagi-pagi jam tujuh lewat sedikit. Sebagai oleh-oleh, ia bawakan seekor ikan besar dan satu liter kerang oyster terbesar yang pernah kulihat.

Ia bilang, pagi sebelum berangkat, semuanya ia kuliti supaya tetap bagus dan segar. Aku tahu bisnya berangkat jam 4.00 pagi, entah jam berapa ia sudah harus bangun untuk mengerjakan semuanya ini bagi kami.

Selama bertahun-tahun ia datang dan tinggal bersama kami, tak pernah sekalipun ia datang tanpa membawakan kami ikan atau kerang oyster atau sayur mayur dari kebunnya. Beberapa kali kami terima kiriman lewat pos, selalu lewat kilat khusus, ikan dan oyster terbungkus dalam sebuah kotak penuh daun bayam atau sejenis kol, setiap helai tercuci bersih.

Mengetahui bahwa ia harus berjalan sekitar 5 km untuk mengirimkan semua itu, dan sadar betapa sedikit penghasilannya, kiriman-kiriman dia menjadi makin bernilai…

Ketika aku menerima kiriman oleh-oleh itu, sering aku teringat kepada komentar tetangga kami pada hari ia pulang ketika pertama kali datang.

“Ehhh, kau terima dia bermalam ya, orang yang luar biasa jelek menjijikkan mukanya itu? Tadi malam ia kutolak. Waduhh, celaka dehh.., kita kan bakal kehilangan langganan kalau nerima orang macam gitu!”

Oh ya, memang boleh jadi kita kehilangan satu dua tamu. Tapi seandainya mereka sempat mengenalnya, mungkin penyakit mereka bakal jadi akan lebih mudah untuk dipikul. Aku tahu kami sekeluarga akan selalu bersyukur, sempat dan telah mengenalnya; dari dia kami belajar apa artinya menerima yang buruk tanpa mengeluh, dan yang baik dengan bersyukur kepada Tuhan.

Baru-baru ini aku mengunjungi seorang teman yang punya rumah kaca. Ketika ia menunjukkan tanaman” bunganya, kami sampai pada satu tanaman krisan [timum] yang paling cantik dari semuanya, lebat penuh tertutup bunga berwarna kuning emas.

Tapi aku jadi heran sekali, melihat ia tertanam dalam sebuah ember tua, sudah penyok berkarat pula. Dalam hati aku berkata, “Kalau ini tanamanku, pastilah sudah akan kutanam didalam bejana terindah yang kumiliki.”

Tapi temanku merubah cara pikirku.

“Ahh, aku sedang kekurangan pot saat itu,” ia coba terangkan, “dan tahu ini bakal cantik sekali, aku pikir tidak apalah sementara aku pakai ember loak ini. Toh cuma buat sebentar saja, sampai aku bisa menanamnya di taman.”

Ia pastilah terheran-heran sendiri melihat aku tertawa begitu gembira mendengar perkataannya. Sungguh kadang hal-hal kecil yang kita lakukan bisa mendatangkan kebahagiaan yang begitu menyejukkan jiwa.

Semoga kisah ini menjadi bahan pelajaran dan renungan bagi kita semua akan pentingnya jiwa kasih tanpa membeda-bedakan. Berwajah buruk belum tentu berhati buruk. Demikian juga sebaliknya. Berwajah bersih belum tentu menandakan hatinya bersih.

Tuhan Yesus Memberkati.

Kamis, 18 Juli 2013

Menjadi Teman Hidup Atau Musuh Hidup

Mengapa orang menikah? Karena mereka jatuh cinta.

Mengapa rumah tangganya kemudian bahagia? Apakah karena jatuh cinta? Bukan. Tapi karena mereka terus membangun cinta. Jatuh cinta itu gampang, 10 menit juga bisa. Tapi membangun cinta itu susah sekali, perlu waktu seumur hidup.

Mengapa jatuh cinta gampang? Karena saat itu banyak dari kita yang menjadi buta, bisu, dan tuli terhadap keburukan pasangan kita.

Tapi saat memasuki pernikahan, tak ada yang bisa ditutupi lagi. Dengan interaksi 24 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu, semua belang akan tersingkap, semua cacat akan terbuka.

Di sini letak perbedaan jatuh cinta dan membangun cinta. Jatuh cinta dalam keadaan menyukai. Namun membangun cinta kadang diperlukan dalam keadaan jengkel, karena ketika kita dalam keadaan jengkel cinta bukan lagi berwujud pelukan, melainkan cinta itu harus tetap berbentuk itikad baik memahami konflik dan bersama-sama mencari solusi yang dapat diterima semua pihak. Cinta yang dewasa tidak menyimpan uneg-uneg. Cinta yang dewasa itu harus penuh Keterbukaan, walau ada beberapa hal yang peka untuk bisa diungkapkan, seperti masalah keuangan, orang tua, dan keluarga, atau masalah seks.

Namun, sepeka apapun masalah itu perlu dibicarakan agar kejengkelan tak berlarut dan masalah bisa terpecahkan.

Syarat untuk keberhasilan pembicaraan adalah kita bisa saling memperhitungkan perasaan. Jika suami istri saling memperhatikan perasaan sendiri, mereka akan saling melukai. Jika dibiarkan berlarut, mereka bisa saling memusuhi dan rumah tangga sudah berubah bukan lagi surga, tapi bisa-bisa bagaikan neraka.

Apakah kondisi ini bisa diperbaiki? Tentu saja bisa, saat masing-masing mengingat komitmen awal mereka dulu, apakah dulu anda berdua bersatu dalam mahligai rumah tangga itu ingin mencari TEMAN HIDUP atau MUSUH HIDUP? Kalau memang mencari teman hidup, kenapa sekarang malah bermusuhan???

Mencari teman hidup memang dimulai dengan jatuh cinta. Tetapi sesudahnya, porsi terbesar adalah Membangun Cinta, berarti mendewasakan cinta sehingga kedua pihak bisa saling mengoreksi, berunding, menghargai, tenggang rasa, menopang, setia, mau saling mendengarkan, saling memahami, saling mengalah dan tetap bertanggung jawab.

Mau punya Teman Hidup? Jatuh cintalah. Tetapi sesudah itu bangunlah cinta.Janganlah anda saling menjadi MUSUH HIDUP.

Gajian

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” *1 Tes 5:18*

“Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” *Ibr 13:16*

Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya, sebut saja dia bernama Budiman.

Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.

Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, “Beri kami sedekah, Bu…”

Istri Budiman kemudian membuka dompetnya, lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah Rp 1.000,-.

Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, “Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami tambahan sedekah lagi untuk bisa membeli makanan.”

Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, “Tidak… tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!”

Ironisnya, meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan.

Pada kesempatan yang sama, Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, dan Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.

Di depan ATM, ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.

Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya.

Setelah keluar dari ATM, Budiman mengambil dari dompetnya uang Rp 10.000,-. Uang itu kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah kepada isterinya.

Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan, “Terima kasih, Tuan, terima kasih… Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga, diberikan karunia keluarga yang sejahtera, rumah tangga yang harmonis, dan anak-anak yang berbakti kepada Tuhan dan keluarga. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga.”

Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, “Nak, akhirnya kita bisa makan juga…”

Deggg…!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.

Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu, hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu.

“Ada apa Pak?” Istrinya bertanya.

Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan, “Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak Rp 10.000,-!”

Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis, namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya, “Bu, aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berkali-kali bersyukur kepada Allah dan berterimakasih padaku. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak, dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa! Dia menerima karunia dari Allah sebesar Rp 10.000,- saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur, padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan, bahkan ribuan kali lipat dari Rp 10.000,-. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum, aku bahkan lupa untuk bersyukur.”

“Bu, aku malu kepada Allah! Sang Pengemis yang menerima hanya Rp 10.000,- saja begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima Rp 10.000,- dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu, namun sedikitpun aku tak berucap syukur?”

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes.

Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini mereka kurang bersyukur, “Ya Allah, ampunilah kami para hambaMu yang kerap lalai atas segala nikmatMu!”

Ketika mendapat GAJI, kita berpikir, “Wah sekarang saya mesti bayar ini dan itu,” atau “Wah saya bisa belanja ini dan itu.”

Mengapa kita tidak berpikir, “Terima kasih Tuhan saya bisa membayar ini dan itu atau terima kasih Tuhan saya sekarang bisa belanja ini dan itu.”

Serupa tapi tak sama dan jelas berbeda makna. See the different?

Rabu, 17 Juli 2013

Bersyukurlah Senantiasa

Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk keluar rumah. Di perempatan jalan, Umar, seorang anak kecil berlari-lari menghampiri mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya dengan lembaran plastik.

“Korannya, bu!” seru Umar berusaha mengalahkan suara air hujan.

Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran. Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang.

“Mau koran yang mana, bu?” tanya Umar dengan riang.

“Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi aku juga sudah baca,” jawab si ibu.

Si Umar kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua puluh ribu yang dia terima, “Terima kasih bu, saya menjual koran, kalau ibu mau beli koran silakan, tetapi kalau ibu memberikan secara cuma-cuma, mohon maaf saya tidak bisa menerimanya,” Umar berkata dengan muka penuh ketulusan.

Dengan geram si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya tampak kesal, dengan cepat dinaikkannya kaca mobil.

Dari dalam mobil dia menggerutu, “Udah miskin, sombong!” Kakinya menginjak pedal gas karena lampu menunjukkan warna hijau, meninggalkan Umar yang termenung penuh tanda tanya.

Umar berlari lagi ke pinggir, dia mencoba merapatkan tubuhnya dengan dinding ruko tempatnya berteduh. Tangan kecilnya sesekali mengusap muka untuk menghilangkan butir-butir air yang masih menempel. Sambil termenung dia menatap nanar rintik-rintik hujan didepannya.

“Ya Tuhan, hari ini belum satu pun koranku yang laku,” gumamnya lemah.

Hari beranjak sore, namun hujan belum juga reda, Umar masih saja duduk berteduh di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut yang sudah mulai lapar. Tiba-tiba di depannya sebuah mobil berhenti, seorang bapak dengan bersungut-sungut turun dari mobil menuju tempat sampah. Ia berkata, “Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk,” dengan penuh kebencian dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam tong sampah, dan beranjak kembali masuk ke mobil.

Umar dengan langkah cepat menghampiri laki-laki yang ada di mobil. “Mohon maaf pak, bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak buang untuk saya makan?” pinta Umar dengan penuh harap.

Pria itu tertegun, luar biasa anak kecil di depannya. Seharusnya dia bisa saja mengambilnya dari tong sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul perasaan belas kasihan dari dalam hatinya.

“Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau.”

“Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi saya, boleh kan, pak?” tanya Umar sekali lagi.

“Bbbbbooolehh,” jawab pria tersebut dengan tertegun.

Umar berlari riang menuju tong sampah, dengan wajah sangat bahagia dia mulai makan gorengan, sesekali dia tersenyum melihat laki-laki yang dari tadi masih memandanginya. Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Umar yang sedang makan.

Dengan perasaan berkecamuk didekatinya Umar. “Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk mengambil makanan yang sudah aku buang?” Dengan lembut pria itu bertanya dan menatap wajah anak kecil di depannya dengan penuh perasaan kasihan.

“Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakan enaknya makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada pemiliknya, meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi bagi saya makanan ini sangat berharga, dan saya pantas untuk meminta ijin memakannya,” jawab si anak sambil membersihkan bibirnya dari sisa minyak goreng.

Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar biasa. “Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah dan kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak, tetapi mengapa kamu menolaknya?”

Si anak kecil tersenyum dengan manis, “Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya makan sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya mencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang menurut Bapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi mubazir, basah oleh air hujan dan hanya akan jadi makanan tikus.”

“Tapi bukankah kamu menyia-nyiakan peluang untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran dimana aku yang akan mentraktirnya?” ujar sang laki-laki dengan nada agak tinggi karena merasa anak di depannya berpikir keliru.

Umar menatap wajah laki-laki di depannya dengan tatapan yang sangat teduh, “Bapak, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong gorengan hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya.” Umar memperbaiki posisi duduknya dan berkata kembali, “Dan saya merasa berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup atas anugerah hari ini? Bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan hebat hari ini, tetapi menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk mendapatkannya kembali di kemudian hari.”

Umar berhenti berbicara sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki di depannya untuk berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar melanjutkan kembali, “Kalau hari ini saya makan di restoran dan menikmati kelezatannya dan keesokan harinya saya menginginkannya kembali sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka saya sangat khawatir apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya.”

Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil di depannya yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan pergi. “Ternyata bukan dia yang harus dikasihani, seharusnya aku yang layak dikasihani, karena aku jarang bisa berdamai dengan hari ini.”

Pahamilah

Apa jawaban anda? (Sebuah renungan)

Pahamilah sebuah pertemanan!

Ini adalah sebuah pertanyaan bagus, cobalah menjawab…

Anda sedang menyetir sendirian dengan motol, tengah malam, hujan deras dan banyak guntur dan petir, agak jauh dari perumahan penduduk.

Tetapi tiba-tiba, motor anda di stop oleh 3 orang yang yang sedang menunggu tumpangan:
1. Perempuan tua yang sekarat, butuh bantuan darurat.
2. Seorang teman lama, yang pernah menyelamatkan hidup anda.
3. Partner yang sempurna, yang anda impikan selama ini.

Orang yang mana yang anda pilih, untuk ikut bersama anda? Karena motor anda hanya muat satu orang bersama pengemudi.

Pikirkanlah baik-baik!!!! (sebelum melanjutkan)

Sebuah dilema moral, untuk memilih yang terbaik bagi anda dan sesama.

* Membawa wanita tua itu, karena butuh pertolongan darurat (dia tidak punya banyak waktu menunggu), atau

* Memilih teman lama, yang pernah menyelamatkan hidup anda, ini adalah waktu yang tepat untuk membalasnya, atau

* Parrtner yang sempurna, yang belum tentu akan ketemu lagi seumur hidup.

Telah banyak yang menjawab pertanyaan ini, dan mereka memilih yang terbaik menurut mereka. Tetapi, telah ditemukan 1 jawaban yang mengejutkan…

Dia menjawab dengan simpel: “Saya akan memberikan kunci motor saya kepada teman lama yang pernah menyelamatkan hidup saya, dan dia akan mengantarkan wanita yang sekarat itu. Saya akan berdiri di samping partner yang saya idamkan, sambil menunggu tumpangan yang akan lewat.

”Bijaklah menanggapi masalah, karena semua pasti ada jalan keluarnya ^^.

Selasa, 16 Juli 2013

Inspirasi Genggaman Tangan

Suatu kali, di Taiwan ada seorang konglomerat dan pengusaha kaya. Hebatnya, kekayaan itu menurut banyak pihak diperoleh benar-benar dari nol. Karena itu, apa yang dilakukannya mampu menginspirasi banyak orang.

Suatu ketika, karena penasaran, ada seorang pemuda ingin belajar menimba pengalaman dari sang pengusaha kaya tersebut. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya sang pemuda berhasil menemui si pengusaha sukses itu.

“Terimakasih Bapak mau menerima saya. Terus terang saya sangat ingin menimba pengalaman dari Bapak sehingga bisa sukses seperti Bapak,” ujar pemuda itu.

Mendengar permintaan itu, sang pengusaha tersenyum sejenak. Kemudian, ia pun meminta anak muda tadi menengadahkan tangannya. Si pemuda pun terheran-heran. Lalu si pengusaha pun menjelaskan maksudnya. “Biar aku lihat garis tanganmu. Dan simaklah baik-baik apa pendapatku tentang kamu sebelum aku memberikan pelajaran seperti yang kamu minta,” jawab pengusaha tersebut.

Setelah menengadahkan kedua tangannya, si pengusaha pun berkata, “Lihatlah telapak tanganmu ini. Di sini ada beberapa garis utama yang menentukan nasib kamu. Di sana ada garis kehidupan. Kemudian di sini ada garis rezeki dan ada pula garis jodoh. Sekarang, menggenggamlah. Di mana semua garis tadi?”

“Di dalam telapak tangan yang saya genggam.” jawab si pemuda yang penasaran.

“Nah, apa artinya itu? Hal itu mengandung arti, bahwa apapun masa depan kamu, takdir, dan keadaan kamu kelak, semua itu ada dalam genggaman tanganmu sendiri. Kamu lihat bukan bahwa semua garis tadi ada di tanganmu? Dan, begitulah rahasia suksesku selama ini. Aku berjuang dan berusaha dengan berbagai cara untuk menentukan masa depanku dan nasibku sendiri karena semuanya itu ada dalam genggaman tanganku,” terang si pengusaha tadi.

“Tetapi sekarang coba lihat lagi, genggaman tanganmu. Bukankah masih ada garis yang tidak ikut tergenggam? SISA GARIS itulah yang berada di luar kendalimu, karena di sanalah letak kekuatan spiritual kamu dari Sang Maha Pencipta kita.”

Tulang Rusuk

Mia: “Sudah satu minggu kita pacaran, aku mau tanya siapa sich yang paling kamu cintai di dunia ini?”
Joe: “Kamu dong!”
Mia: “Menurut kamu, aku ini siapa?”
Joe: “Kamu tulang rusukku!”
Mia: “Kok bisa tulang rusukmu?”
Joe: “Aku ceritakan sejarahnya ya… Dulu karena Tuhan melihat bahwa Adam kesepian, saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, ia tidak lagi merasakan sakit di hati. Begitu juga dengan tulang rusuk yang ditemukan, dia merasa lengkap, dan tidak kehilangan suatu apapun, maka dia pun tidak merasakan sakit di hatinya. Seperti saat ini, hatiku terasa nyaman dan lengkap dengan adanya kamu di sisiku.”

Pasangan itu mengalami masa yang indah dan manis untuk beberapa saat. Namun setelah mereka beranjak ke dunia kerja, kedua pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan kerja masing-masing dan kepenatan hidup yang ada. Hidup mereka menjadi membosankan, jarang bertemu, dan mulai terjadi pertengkaran-pertengkaran besar dalam kehidupan mereka.

Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain. Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin menyakitkan. Pada suatu hari pada akhir sebuah pertengkaran, Mia keluar dari mobil Joe sembari membanting pintu mobil.

Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, “Kamu nggak cinta lagi sama aku! Kita putus saja!”

Joe sangat membenci ketidak-dewasaan Mia dan secara spontan balik berteriak, “Kamu terlalu kekanakan, aku benci kekanakanmu itu, cobalah berpikir lebih dewasa ketika menghadapi masalah!”

Mia yang terpancing oleh emosinya pun spontan berteriak marah, “Aku menyesal menerimamu sebagai pacarku, kamu ternyata salah, ternyata aku bukan tulang rusukmu!!!”

Tiba-tiba Joe terdiam dan berdiri terpaku di samping mobilnya untuk beberapa saat. Joe menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. Dia menyesal kenapa menjelekkan kekanakan Mia. Namun karena emosinya masih meluap, dia segera masuk ke mobilnya, menancap gas, dan meninggalkan Mia yang sedang berlari masuk ke rumahnya.

Sesampai di kamarnya, Mia menyesal berkata bahwa dia bukanlah tulang rusuk Joe. Dia mengingat semua kebaikan Joe, semua pengorbanannya, dan segala ketulusannya, dan Mia menangis. Tetapi seperti ludah yang telah terludahkan, kata-katanya tidak mungkin untuk diambil kembali. Karena emosi masih terlalu menguasainya, dengan berlinang air mata, Mia bertekad untuk berpisah. Dia mengambil handphonenya, dan menuliskan sebuah SMS untuk Joe: “Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati kita masing-masing!”

Tahun demi tahun berganti dan berlalu begitu cepat, namun Mia masih belum bisa melupakan Joe. Mia berusaha mencari tahu tentang kehidupan Joe. Dari temannya, dia tahu bahwa Joe pernah ke luar negeri beberapa tahun, tetapi sudah kembali. Dia pernah berpacaran dengan seorang asing, namun kini sudah putus.

Mia agak kecewa tahu bahwa Joe tidak menunggunya kembali. Di tengah malam yang sunyi, dia menyeduh dan meminum teh hijau tawar dari cangkirnya, dan merasakan ada segores luka yang teramat sakit di hatinya. Tetapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Joe.

Suatu hari, mereka kembali bertemu di airport, tempat di mana banyak terjadi pertemuan dan perpisahan. Mereka hanya dipisahkan oleh sebuah kaca pembatas…

Joe: “Hai, apa kabar?”
Mia: (Gugup dan karenanya, Mia hanya menjawab sepatah dua patah kata) “Baik…”
Joe: (Diam sejenak mencari bahan obrolan, lalu berkata) “Apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?”
Mia: “Belum…”
Joe: “Maaf, aku terburu-buru, aku harus terbang ke New York dengan penerbangan berikut. Aku akan kembali dua minggu lagi. Berapa nomor teleponmu sekarang? Aku akan menelponmu.”
Mia: “Kamu tahu nomor teleponku, tidak ada yang berubah.”
Joe: “Ok, saya akan call kamu nanti.”
Joe tersenyum kecil, lalu berlalu sambil melambaikan tangan dan berkata, “Bye…”

Satu minggu kemudian, ketika Mia sedang menonton televisi, Mia menemukan bahwa ternyata Joe adalah satu korban Menara Kembar WTC.

Malam itu, sekali lagi, Mia meminum teh hijau dari cangkirnya, kali ini teh itu tidak tawar, namun asin karena air mata Mia berjatuhan tertetes di cangkir itu. Ya, Mia menangis, dia kembali merasakan sakit di hatinya, kali ini jauh lebih sakit. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Joe, asal dari semua tulang rusuk yang dia miliki, pasangan dari semua tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan, dan kali ini kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya sudah sirna.

Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya adalah fatal. Seringkali penyesalan itu datang terlalu lambat, akibatnya setelah kita menyadari kesalahan kita, semua sudah terlambat. Karena itu jagalah dan sayangilah orang yang kau cintai dengan segenap hatimu.

Sebelum kau mengucapkan sesuatu berpikirlah dulu, apakah kata-kata yang kau ucapkan akan menyakiti orang yang kau cintai? Kalau ya, sebaiknya jangan kau ucapkan, karena akan semakin besar resiko yang akan kau tanggung ketika kehilangan orang yang kau cintai.

Jadi berpikirlah dahulu, apakah kata-kata yang akan kau ucapkan sebanding dengan akibat yang akan kau terima?

Syukur Penjual Daun Jati

Suatu hari saat pulang ke rumah sehabis melakukan trip bisnis jam sudah menunjukan pukul 2 dini hari, badan dan pikiran terasa letih sekali, perut lapar. Walaupun ada roti di mobil yang tadi kubeli namun tidak kumakan karena rasa roti tidak seperti yang kuharapkan. Terucap keluhan, “Ya Tuhan, kenapa hidup kok melelahkan seperti ini?”

Ketika tiba di depan rumah, aku melihat 2 orang ibu tua penjual daun jati. Rasa ingin tahuku mulai timbul, kucoba untuk mendekati mereka dan bertanya dari mana daun sebanyak itu berasal. Ternyata berasal dari pinggir hutan yang aku tahu jaraknya sekitar 20 km. Aku berpikir, gila juga ibu-ibu itu memanggul daun jati seberat ±40 kg di punggungnya dan berjalan dengan terbongkok melewati jalan berbatu dan gelap… dan sewaktu kulihat mereka tidak memakai alas kaki… ya ampun, seperti apa ya rasanya?

Ternyata mereka sedang melepas lelah di tempat yang bersih dan terang. Rupanya mereka juga hendak mengisi perut. Aku memasukkan mobil ke garasi. Selintas terlihat olehku lauk mereka yang membuat aku seperti dicelikkan… hanya nasi putih, sambal, dan tempe sebesar kelingking.

Sambil menurunkan barang-barangku, aku mendengar mereka sesekali tertawa yang seakan tanpa beban. Timbul penyesalan kenapa aku tadi menggerutu kepadaNya.

Aku makin penasaran dan keluar lagi membawa roti yang tadi aku beli untuk kuberikan kepada mereka. Aku ajak mereka ngobrol. Ternyata mereka bekerja dari siang hari memetik daun tersebut, menata, mengikatnya, dan membawanya ke kota, hanya demi 40 ribu rupiah. Mereka hanya tahu menjual daun jati dan pekerjaan lain mereka tidak mampu.

Duh benar-benar kejadian ini membukakan mataku. Jika mereka saja sanggup mensyukuri, melakukan pekerjaan seperti itu tanpa mengerutu dan masih banyak senyum, mengapa aku tidak???

Bersyukurlah senantiasa sebab itu yang diinginkan oleh Tuhan Allahmu.

Senin, 15 Juli 2013

Mengayuh Sepeda

Suatu kotbah di gereja pada waktu paskah dibuka dengan pertanyaan demikian:

“Apa yang menyebabkan seseorang jatuh ketika naik sepeda?”

Wah, jawabannya pasti banyak banget kan??? Ada yang jawab kecelakaan, karena tersandung batu, karena diserempet orang, karena oleng, dan lain-lain.

Tapi sebenarnya ada jawaban yang lebih ringkas untuk itu semua. Jawabannya sih simpel saja, “Karena orang tersebut sudah tidak mengayuh sepedanya lagi.” Hehehe… Coba dipikir-pikir, kalau kita jatuh karena kecelakaan tentunya sesudah jatuh kita sudah tidak mengayuh sepeda lagi kan? Demikian pula untuk jawaban yang lainnya.

Sepintas, jawaban “karena sudah tidak mengayuh lagi” terdengar lucu, dan aneh… Tapi sebenarnya jawaban ini punya arti yang sangat besar sekali. Ketika seseorang sudah berhenti mengayuh sepedanya, maka sepeda itu akan perlahan berhenti dan kemudian jatuh. Demikian pula dengan hidup kita, saat kita sudah berhenti mengayuh ’sepeda’ kehidupan kita, saat kita berhenti bersemangat dalam hidup kita, saat kita berhenti mengerjakan aktivitas hidup kita, maka demikian pula dengan hidup kita, hidup kita akan berhenti dan jatuh. (Versi asli dari kotbah ini menyebutkan kalau kita berhenti percaya akan Iman kita, maka kita pun akan jatuh).

Teman-teman, kehidupan kita bagaikan sepeda itu, ada kalanya kita lelah dan bosan dan perjalanan terasa berat ketika kita menjumpai jalan yang terjal, namun kita tidak boleh berhenti mengayuh ‘sepeda’ kehidupan kita, kita harus terus bersemangat. Dan hidup ini tidak selalu berisi dengan jalanan terjal saja, kadang kala juga ada jalanan yang mulus dan menyenangkan. Tapi sekalipun hidup ini menyenangkan kita tidak boleh terlena, karena hidup selalu penuh dengan macam-macam jenis jalan.

Menjadi Pemenang

Bila seorang petinju berdoa sebelum bertanding, apakah mungkin dia memohon agar selama pertandingan tidak kena pukulan dari lawannya? Tentunya sesuatu yang sangat tidak mungkin, bukan? Jika anda menjadi seorang petinju tentunya anda harus siap untuk menerima pukulan. Masalahnya hanya bagaimana anda bisa bertahan atau menangkis saat menerima pukulan, bahkan membalas dan memberikan pukulan telak pada lawan anda hingga akhirnya anda keluar sebagai pemenang.

Seorang petinju yang menjadi juara, tentunya tidak secara instan mendapatkan gelar juaranya, tetapi melalui proses yang sangat panjang. Kerja kerasnya saat melakukan latihan maupun pertandingan-pertandingan yang dijalani yang membuat petinju tersebut lebih kuat, sehingga dia dapat mengalahkan lawan-lawannya dan menjadi pemenang.

Begitu juga saat anda meniti karir/bekerja. Tentu tidak mungkin anda berdoa agar tidak pernah terjadi masalah sedikit pun, atau berdoa agar tidak pernah mengalami kegagalan-kegagalan dalam hidup anda. Masalahnya hanya bagaimana anda bisa bertahan saat masalah-masalah tersebut datang. Tentunya untuk menjadi kuat dalam melewati masalah-masalah yang datang, anda harus terus berlatih dan meng-upgrade diri anda, misalnya dengan menambah wawasan/pengetahuan anda khususnya dalam bidang yang anda geluti saat ini dan juga carilah teman-teman yang bisa menjadi ‘pelatih’ untuk anda, yang dapat membimbing anda untuk menjadi seorang pribadi yang hebat. Jadi ketika anda harus bertanding menghadapi masalah-masalah yang datang dalam hidup anda, anda dapat mengalahkannya dan keluar sebagai seorang pemenang.

Selamat berlatih, selamat bertanding, dan selamat menjadi PEMENANG!

Korek Api

Korek api mempunyai kepala, tapi tidak mempunyai otak, oleh karena itu setiap kali ada gesekan kecil, sang korek api langsung terbakar.

Kita mempunyai kepala dan juga otak, jadi kita tidak perlu kebakaran jenggot hanya karena gesekan kecil. Jadi dengan menggunakan otak, kita dapat mengurangi stres.

Sahabat, tahukah anda bahwa untuk setiap detik yang diluangkan dalam bentuk kemarahan, maka satu menit kebahagiaan telah terbuang?

Mari belajar untuk mengendalikan diri, karena ketika anda bekerja dengan emosi yang stabil, anda dapat menyikapi kehidupan dengan lebih arif dan bijaksana.

Semua yang dimulai dengan rasa marah akan berakhir dengan rasa malu dan menyesal.

Coba bayangkan, apakah bisa dengan maksimal bila anda bekerja dengan cemberut? Coba ganti cemberut anda dengan senyum, pasti hasilnya akan berbeda.

S.M.I.L.E
Not because everything is fine,
But because when we smile everything is going to be fine.
So… just smile ^^

SMILE means:
See
Miracle
In
Life
Everyday

Pahlawan Tanpa Tanda Tanya

Ada seorang karyawan baru yang menelepon bagian pantry. “Hei… cepat bikinin gue kopi!!!” teriak si karyawan baru.

“Heh, kamu tahu saya siapa?” teriak suara di seberang tidak kalah kencang 3 kali dari si karyawan.

“Enggak, emangnya kenapa? Cepat bikin kopi!” balas si karyawan baru.

“Saya ini direktur tahu! Kamu salah pencet extension!!” jawab si bos marah-marah.

“Anda tahu siapa saya?” tanya si karyawan baru dengan nada tegas.

“Tidak,” jawab dari seberang telepon.

“Syukurlah kalau begitu,” kata karyawan baru sambil menutup teleponnya.

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari kisah di atas?

Ya, OB di negara kita kurang dihargai posisinya. Entah mengapa, mungkin karena pekerjaan mereka sepele, menyapu, membuat kopi, dan lain-lain. Padahal seharusnya posisi mereka adalah partner dalam bekerja. Jika bos Anda tidak di tempat, maka mungkin Anda akan bersorak dalam hati, tapi tidak dengan OB. Coba deh, sehari saja mereka tidak ada, dijamin Anda seperti kehilangan bagian jiwa. Yang biasanya minum kopi pagi-pagi seperti karyawan baru di atas, mulai terkantuk-kantuk meskipun baru jam 8 pagi, yang cinta kebersihan, harus menutup hidungnya dengan masker karena debu kantor yang tebalnya 1 cm, yang takut serangga, harus sering-sering angkat kaki karena kecoa berkeliaran di bawah meja kerjanya. Jadi, mereka bukan bawahan Anda, mereka adalah partner yang juga penting.

Coba sekarang Anda ke pantry tanyakan pada OB kantor Anda siapa istri/suaminya? Anaknya berapa? Tinggal di mana? Mungkin pertanyaan Anda tidak akan menaikkan gaji mereka, tapi percayalah, dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tidak langsung membuat mereka merasa dihargai. Sudahkah Anda menghargai mereka?

“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” *Mat 22:39*

Minggu, 14 Juli 2013

Kisah Balon Merah

Seorang ayah memiliki dua orang anak. Setiap kali bila mereka memiliki waktu bebas, maka ia akan membawa kedua anaknya ke lapangan luas dan melepaskan balon-balon ke udara. Anehnya, balon-balon yang dilepaskan itu semuanya berwarna merah. Setiap kali mereka datang ke lapangan itu pasti balon merahlah yang dilepaskan.

Suatu saat sang ayah ditugaskan untuk bekerja di kota lain. Pada saat hendak meninggalkan rumah, ia berpesan kepada kedua anaknya bahwa bila mereka sungguh amat merindukan kehadiran sang ayah, maka mereka hendaknya melepaskan balon merah agar ditiup angin ke langit lepas. Dan dengan melihat balon tersebut sang ayah bisa mengetahui kalau mereka sedang merindukan kehadirannya.

Ternyata kepergian sang ayah bukanlah suatu perpisahan yang singkat. Kedua anak tersebut menanti dengan penuh rindu, dan berulang kali melepaskan balon merah ke udara. Namun tetap saja tak berguna karena ayahnya yang bekerja di tempat yang jauh tak pernah mampu melihat balon yang dilepaskan tersebut.

Suatu hari, kedua anak tersebut secara sembunyi-sembunyi sekali lagi melepaskan balon merah. Para tetangga merasa begitu iba dan terharu melihat betapa besar kerinduan kedua anak tersebut untuk bertemu sang ayah. Karena itu semua tetangga lalu ramai-ramai membeli jutaan balon dan menjadikan saat itu sebagai saat istimewa bagi warga tetangga tersebut. Semua beramai-ramai menuju lapangan luas dan melepaskan jutaan balon merah ke udara. Ke mana saja mata memandang, yang kelihatan adalah warna balon merah yang menakjubkan. Keajaiban balon merah tersebut ditangkap oleh seorang reporter. Dan tatkala melihat berita keajaiban tersebut, sang ayah tahu bahwa kedua anaknya sedang merindukan kehadirannya, dan dengan segera melepaskan kesibukannya untuk kembali memberikan kasih sayang kepada kedua anaknya tersebut. Balon merah sungguh telah menjadi sarana yang menyatukan mereka kembali.

Kita pun memiliki kerinduan akan kehadiran Cinta Tuhan dalam diri kita dan hidup kita. Apakah kita pun sering melepaskan balon merah sebagai ungkapan tanda kerinduan kita akan kehadiran Bapa di surga?

Arti Kehidupan

Ada seorang Ayah dalam sebuah keluarga. Ia adalah seorang pekerja keras yang mencukupi seluruh kebutuhan hidup bagi istri dan ketiga anaknya. Ia menghabiskan malam sesudah bekerja dengan menghadiri kursus-kursus, untuk mengembangkan dirinya dengan harapan suatu hari nanti dia bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik.

Kecuali hari Minggu, sang Ayah sangat susah untuk bisa makan bersama-sama keluarganya. Dia bekerja dan belajar sangat keras karena dia ingin menyediakan keluarganya apa saja yang bisa dibeli dengan uang.

Setiap kali keluarganya mengeluh kalau dia tidak punya cukup waktu dengan mereka, dia selalu beralasan bahwa semuanya ini dilakukan untuk mereka. Tetapi seringkali juga, dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya.

Suatu hari tibalah saatnya hasil ujian diumumkan. Dengan sangat gembira, sang Ayah ini lulus, dengan prestasi gemilang pula! Segera sesudah itu, dia ditawarkan posisi yang baik sebagai Senior Supervisor dengan gaji yang menarik.

Seperti mimpi yang menjadi kenyataan, sekarang sang Ayah mampu memberikan keluarganya kehidupan yang lebih mewah, seperti pakaian yang indah-indah, makanan-makanan enak, dan juga liburan ke luar negeri.

Namun, keluarganya masih saja tidak bisa bertemu dengan sang Ayah hampir dalam seluruh minggu. Dia terus berkerja sangat keras, dengan harapan bisa dipromosikan ke jabatan Manager. Nyatanya, untuk membuat dirinya calon yang cocok untuk jabatan itu, dia mendaftarkan diri pada kursus lain di Universitas Terbuka. Lagi, setiap saat keluarganya mengeluh kalau sang Ayah tidak menghabiskan cukup waktu untuk mereka, dia beralasan bahwa dia melakukan semua ini demi mereka.

Tetapi, seringkali lagi dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu lagi dengan keluarganya.

Kerja keras Sang Ayah berhasil dan dia dipromosikan. Dengan penuh sukacita, dia memutuskan untuk memperkerjakan seorang pembantu untuk membebaskan istrinya dari tugas-tugas rutinnya. Dia juga merasa kalau flat dengan tiga kamar sudah tidak cukup besar lagi, akan sangat baik untuk keluarganya bisa menikmati fasilitas dan kenyamanan sebuah kondominium.

Setelah merasakan jerih payah kerja kerasnya selama ini, sang Ayah memutuskan untuk lebih jauh lagi belajar dan bekerja supaya bisa dipromosikan lagi. Keluarganya masih tidak bisa sering bertemu dengan dia. Kenyataannya, kadang-kadang sang Ayah harus bekerja di hari Minggu untuk menemani tamu-tamunya.

Lagi, setiap kali keluarganya mengeluh kalau dia tidak menghabiskan cukup waktu dengan mereka, dia beralasan kalau semua ini dilakukan demi mereka. Tetapi, seringkali lagi dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya.

Seperti yang diharapkan, kerja keras sang Ayah berhasil lagi dan dia membeli sebuah kondominium yang indah yang menghadap ke pantai.

Pada malam pertama di rumah baru mereka, sang Ayah mengatakan kepada keluarganya bahwa dia memutuskan untuk tidak mau mengambil kursus dan mengejar promosi-promosi lagi. Sejak saat itu dia ingin memberikan lebih banyak waktu lagi untuk keluarganya.

Namun, sang Ayah tidak bangun-bangun lagi keesokan harinya…

Pertanyaan untuk Refleksi: Apakah anda bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja?

Sabtu, 13 Juli 2013

ALASAN MENGAPA ORANG KRISTEN HARUS KEBAKTIAN HARI MINGGU?

1. SEMUA HARI BAIK, TIDAK ADA HARI YANG TIDAK BAIK.

2. HARI MINGGU MELAMBANGKAN HARINYA TUHAN.

3. HARI MINGGU MELAMBANGKAN KEMENANGAN TUHAN YESUS DARI ALAM MAUT.

4. HARI MINGGU ADALAH HARI KEBANGKITAN YESUS KRISTUS.

5. HARI MINGGU MELAMBANGKAN KEDATANGAN YESUS KRISTUS.

6. PADA HARI MINGGU RASUL-RASUL BERKUMPUL BERBAKTI BERSAMA DEMI KEMULIAAN NAMA TUHAN YESUS KRISTUS, JURUSELAMAT.

7. JEMAAT MULA-MULA MELAKUKAN KEBAKTIAN PADA HARI MINGGU SEBAGAI BUKTI BAHWA MEREKA MENERUSKAN KEBIASAAN PARA RASUL YESUS KRISTUS

8. BEBERAPA ABAD KEMUDIAN SAMPAI HARI INI ORANG KRISTEN MELAKUKAN KEBAKTIAN PADA HARI MINGU, CAMKANLAH INI BUKAN KARENA TRADISI TETAPI KARENA ADA MAKNA ROHANINYA.

9. HARI LAIN BOLEH KITA KEBAKTIAN TIDAK? BOLEH TETAPI TIDAK ADA
MAKNA (KESAN)  ROHANINYA DAN TIDAK MELAMBANGKAN KEBANGKITAN APALAGI MELAMBANGKAN HARINYA TUHAN ATAU KEMENANGAN TUHAN ATAS MAUT.

10. JAM KEBAKTIAN TIDAK DITENTUKAN OLEH ALKITAB TETAPI BERGANTUNG PADA PEMIMPIN GEREJA DIMANAPUN ANDA BERGEREJA/BERJEMAAT, DAN TIDAK TERIKAT DENGAN HARI PENGKUDUSAN SEPERTI YANG DILAKUKAN OLEH BANGSA ISRAEL/ADVENT HARI INI KARENA STEGMENT TUHAN YESUS KATANYA DIA TUHAN ATAS HARI SABAT,

* Matius 12:8,
Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat."

* Kolose 2:16,
Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat;

Dari ayat ini menjelaskan keraguan teman-teman kita dari gereja Advent yang merayakan hari sabat sebab ada banyak ayat yang menentang perayaan hari sabat Yahudi, bahwa hari sabat Yahudi berlaku di Perjanjian Lama bukan di Perjanjian Baru.

Itu sebabnya Tuhan mencelah orang-orang yang mengikut dia seperti yang terdapat dalam ayat ini,

* Matius 5:20,
Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Selamat berhari minggu...
Semua jangan lupa pergi kebaktian, lebih baik kita mendengar sabda Tuhan di banding dengan kita pergi ke MALL atau ditempat lain.

Renungkanlah ayat ini Ibrani 10:25

"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.."

Salam Kasih,
TUHAN YESUS Memberkati.

Kacamata Kehidupan

Alkisah ada seorang pemain bola basket berbakat, namun dia belum juga menjadi “bintang” di bidang tersebut. Ia bernama Curt Brinkman.

Ketika berusia 16 tahun, dia kehilangan kedua kakinya dalam sebuah kecelakaan. Tentu saja ini hal yang buruk bagi Curt Brinkman! Dia akhirnya harus memakai kursi roda. Perlahan dia coba “bangkit”, dan akhirnya dia berhasil menjadi “bintang” sebagai atlet kursi roda terkenal.

Dia berkata, “Segera sesudah kecelakaan itu, saya bangkit. Saya justru tidak tahu seperti apa kalau kaki saya masih ada.”

Di lain cerita, ada seorang pria setengah baya yang mengalami kebutaan mata semenjak lahir. Pada suatu waktu pengobatannya berhasil dan dia bisa melihat normal. Namun, seorang psikolog yang menanganinya berkomentar tentang mantan pria buta ini, “Waktu buta, dia hebat sekali. Dia peka segalanya. Dia mampu berprestasi walau dengan keadaan buta. Tapi waktu dia sembuh, prestasinya merosot drastis, bahkan seperti orang bodoh!”

Bagi kita kehilangan kedua kaki adalah masalah besar, tapi bagi Curt Brinkman justru adalah kunci kesuksesan!

Bagi kita mendapat kembali penglihatan setelah buta adalah hadiah, tapi bagi pria separuh baya tersebut adalah masalah besar!

Well, Mengapa bisa demikian?

Mari kita sadari bahwa Ini bukan soal masalahnya, tapi soal bagaimana kita melihat sebuah masalah. Baik atau buruk itu tergantung dari cara kita memandang. Masalah bisa menjadi buruk, tapi bisa juga menjadi baik, itu juga tergantung dari cara kita memandang.

Lihatlah hal yang baik dengan cara pandang yang buruk, maka hal itu akan terlihat sedemikian negatif. Sebaliknya, lihatlah hal yang buruk dengan cara pandang yang baik, secara mengejutkan kita akan melihat hal-hal yang positif.

So, apakah hari ini kita sedang mengalami masalah? Bagaimana cara kita memandang masalah tersebut?

Hey… Kita memiliki IMAN! Jangan anggap remeh hal ini! That’s THE POWER!

Tuhan selalu mengajar agar kita “melihat” segala masalah dari sudut pandang yang positif!

Sadarilah: Obyek yang paling terang pun akan terlihat gelap jika kita memakai kacamata hitam! Jadi, jika saat ini hidup Anda “terlihat” seakan suram dan gelap untuk dijalani, jangan-jangan yang salah adalah kacamata Anda. Ubah cara pandang arah anda dengan keimanan dan kepositifan.

Bertobat, Berdoa, Berusaha, dan Berserahlah padaNya. Segala Sesuatu akan Indah pada WaktuNya.

Sumur Yang Tertimbun Sampah

Ada sebuah desa peternakan yang memiliki hanya satu sumur air, yang sekaligus menjadi tempat pertemuan masyarakat desa itu pada pagi dan sore hari. Di sana mereka membagi setiap informasi terbaru, selain mengambil air untuk pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari. Sementara itu sumur tersebut tidak dirawat. Semakin banyak dedaunan jatuh ke dalamnya. Tidak seorang pun peduli dan bersedia memperhatikan hal itu.
Suatu saat sumur itu tertutup penuh dengan sampah dedaunan yang meracuni airnya. Mereka berunding beberapa kali sebelum akhirnya disepakati bahwa sumur itu harus ditutup dan menggali yang baru.
Tetapi seorang tua angkat bicara dan memberikan anjuran lain dengan mengatakan, “Sebaiknya sumur yang bersejarah bagi kita di sini tidak ditutup dan ditinggalkan. Kita harus bersedia mengeluarkan sampah yang berada di dalamnya, yang adalah sampah kita semua, sehingga air menjadi bersih dan dapat diminum lagi. Kita harus bersabar.”
Akhirnya, semua hadirin menyetujui anjuran tersebut, karena kalau berpindah ke tempat lain, mereka harus menggali lagi sumur yang baru. Bersama-sama mereka membersihkan dan mengeluarkan sampah dari sumur itu, dan menanti dengan penuh kesabaran hingga sumur tersebut menghasilkan air bersih lagi.
Manusia cepat atau lambat akan menemui masalah kehidupannya, baik dari dirinya sendiri maupun lingkungan kehidupannya, di mana pun dan kapan pun. Dan setiap masalah yang ditemui harus diselesaikan secara tuntas dan dihadapi dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, betapa pun berat dan getirnya. Mengelak dan melarikan diri dari masalah bukanlah cara penyelesaian terbaik. Ke mana pun engkau berlari dan bersembunyi, masalahmu akan tetap menjadi pendampingmu yang paling akrab dan setia.

Jumat, 12 Juli 2013

PERHATIKAN DOMBAKU DAN FIRMANKU

Suatu hari pemuda berpapasan dengan seorang gembala kambing. Terjadilah percakapan seperti ini.

Pemuda: Pak, boleh nanya nih?

Gembala: Boleh

Pemuda: Kambing-kambing Bapak sehat sekali. Bapak kasih makan apa?

Gembala: Yang mana dulu nih? Yang hitam atau yang putih?

Pemuda: Mmm…yang hitam dulu deh…

Gembala: Oh, kalau yang hitam, ia makannya rumput gajah

Pemuda: Oh kalau yang putih?

Gembala: Yang putih juga…

Pemuda: Hmmmm….kambing-kambing ini kuat jalan berapa kilo Pak?

Gembala: Yang mana dulu nih? Yang hitam atau yang putih?

Pemuda: Mmmm yang hitam dulu deh…

Gembala: Oh, kalau yang hitam, 4 km sehari

Pemuda: Kalau yang putih?

Gembala: Yang putih juga…

Medengar jawaban itu, si pemuda mulai gondok.

Pemuda: Kambing ini menghasilkan banyak bulu nggak Pak per tahunnya?

Gembala: Yang mana dulu nih? Yang hitam atau yang putih?

Pemuda (dengan kesalnya) yang hitam dulu deh..

Gembala: Oh yang hitam banyak…10 kg/tahun.

Pemuda: Kalau yang putih?

Gembala: Yang putih juga

Pemuda: BAPAK KENAPA SIH SELALU NGEBEDAIN KEDUA KAMBING INI, KALO JAWABANNYA SAMA?!

Gembala: Oh begini Dik. Soalnya yang hitam itu punya saya…

Pemuda: Oh, begitu Pak. Maaf, kalo saya emosi…kalo yang putih?

Gembala: Yang putih juga

Kalau Anda jengkel membaca cerita di atas, wajar saja. Meskipun demikian, humor yang  dikirimkan di atas mengajarkan sesuatu bagi kita. Seorang gembala yang baik tidak akan membedakan ternaknya. Tuhan memperingatkan dengan keras gembala yang mementingkan dirinya sendiri dan menelantarkan domba-dombanya:

“Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman. Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-domba-Ku berserak, tanpa seorangpun yang memperhatikan atau yang mencarinya” (Yeh 34:2-6)

Namun ada penghiburan bagi domba-domba yang ditelantarkan gembala di muka bumi ini karena kita mempunyai Gembala yang Agung:

“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan menceraiberaikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku” (Yoh 10:11-14)

Mari kita perhatikan ayat yang terakhir. Jika kita memiliki Tuhan yang sebaik itu, seharusnya kita membalasnya dengan mengenal-Nya dengan baik, mejauhi larangan-Nya dan melakukan perintah-Nya, setuju?